....Tiba-tiba angin berhenti. Awan tak bergerak. Dedaunan terhenyak. Terperangah pada keindahan senja yang paripurna. Sedang aku hanyalah candala di hadapannya yang sempurna. Sunyi..... Sunyi yang tak pernah sebising ini. Hingga kau jatuh dari kedua mataku.
Tenggelamkan rindu bersama senja sebelum gaduh iringan bintang. Hiasi langit dengan gugus gemintang. Siapakah yang sedang dipecundangi waktu? Aku atau kamu?
***
Pada mulanya aku rapal namamu diam diam. Sayu mata rembulan hampir menutup pelan pelan. Sebelum terbuai peluk awan dan genit para bintang, ku senandika beberapa mantra. Agar cuaca tak pernah singgah ke matamu yang malam. Tempat aku ingin menggugurkan rasa paling nirmala. Meluruhkan setubuh kata yang paling cinta..... Biarlah terus seperti itu. Hitam di kedalamannya yang tenang. Teduh di sapuannya yang sani nan abhati..
.
.
Derit daun pintu berbunyi. Seperti ada gegas langkah kaki. Ku tengok ingatan, selarut ini kau pulang. Meminta kursi di bianglala mimpi..... Silakan, Tuan! Selalu ada tempat untukmu yang sudah kekal, di tiap lakuna sanubari..
- Jakarta, 12 Oktober 2018 -
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI