Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi │Tuan yang Magis

9 September 2018   09:39 Diperbarui: 9 September 2018   10:04 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: Garuda Militer)

Tuan, aku suka menulis tentangmu. Mengajakmu larut dalam imajinasi. Berenang mengarungi lautan huruf, melintas batas terjauh dari sebuah ilusi. Hingga sampai saat ini, kau masih tema favoritku dalam tiap puisi. Hidup berulang kali di tiap baris yang tertulis. Miris! Karena semua kata bermetafora tanpa bisa tandingi kesempurnaanmu yang magis.

---

Adalah hujan yang membuat ku mengulang masa itu. Derasnya mengalir membuat harum bumi nan aroma. Sesuatu yang selalu menggelitik jutaan syaraf-syaraf hidungku. Harum hujan ini seperti mesin waktu. Siap membawaku ke pertemuan pertama denganmu. Pertama yang bisa kuulang berkali-kali setiap hujan turun. Pertama yang buat rindu semakin menghujam jantung. Sayangnya aku lupa. Tuhan tak pernah kenalkan waktu kepada rindu. Hingga seringkali rindu datang tanpa kenal waktu. Atau rindu yang berdiam di ruang waktuku??? Entah.....

---

Pagi itu aku melihat kau. Berlatih seni bela diri. Di bawah terjangan bulir air lazuardi. Bersama infanteri kau berlatih tanpa henti. Kau pandu mereka bertarung. Tanpa urung jadi hebat tak terbendung. Jatuh hati tersandung, saat komando kau gaung. Wah, mataku melihat tapi hati yang bergetar! Sorot matamu berbahaya, sekaligus penawar luka. Senyummu tipis, manis tapi juga sinis. Badanmu tinggi dan tegap, buatku tergagap lihat prajurit berpakaian lengkap. Sungguh, kusuka merangkai kata tapi denganmu kata seolah mati. Berubah menjadi konsonan tanpa bunyi. Deskripsi tentangmu mustahil dirinci, hanya mampu diulik secuplik narasi. Sepanjang hari itu baris puisiku hancur lebur tak karuan. Terimakasih untukmu, wahai Tuan!

.

.

.

Hari hari setelahnya kau betah bermukim di semesta aksaraku yang tak kenal musim. Sementara aku senang berkemah di belantara hatimu yang tak pernah gundah.....

Tuan, harum bumi nan aroma kini diikuti pelangi setelahnya!


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun