Kata setelah makan, sebelum makan atau sewaktu makan merupakan kata sakral yang ada di banyak etiket/pelabelan aturan minum obat. Tidak salah memang, dari zaman Belanda, pelajaran peresepan konvensional pada ilmu kedokteran dan kefarmasian memang mengenal dua istilah tersebut yang ditransliterasikan dari ante coenam : ac (sebelum makan), durante coenam ; dc (sewaktu makan) dan post coenam ; pc (sesudah makan)
Sejatinya, dalam pola makan orang Indonesia dalam kaitannya dengan keberhasilan terapi maupun efek samping, tiga istilah tersebut sering menimbulkan persepsi yang salah kaprah sehingga turut pula berpengaruh terhadap keberhasilan terapi yang dilakukan.
Pola minum obat sesudah makan ini setidaknya menjadi pertanyaan wajib yang seringkali ditanyakan oleh pasien kepada prescriber (penulis resep) dan pemeriksa pasien atau farmasis. Saya menyebut mereka dengan prescriber/pemeriksa pasien/farmasis dan bukan menyebutnya dengan dokter.Â
Karena faktanya obat dapat jatuh ke pasien dari tangan profesional mana saja. Dokter yang dispensing, bidan, perawat, toko jamu, bahkan klinik-klinik illegal yang tidak terdapat tenaga kesehatan di dalamnya. Hampir pasti pasien bertanya : minumnya sesudah makan atau sebelum makan?
Penggunaan Obat dan Kaitannya dengan Makanan
Pada umumnya obat akan ditentukan harus diminum setelah atau sebelum makan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : Pertama, adanya efek samping obat jika diminum pada saat kondisi lambung kosong (lambung tidak terisi makanan).Â
Kebanyakan dari jenis obat tersebut adalah obat-obat golongan analgetik (obat-obat penghilang nyeri) semisal : asetosal, parasetamol, asam mefenamat, piroksikam dan lain-lain. Dalam hal ini obat harus diminum pada saat lambung tidak kosong. Obat-obat dalam golongan ini mempunyai potensi resiko apabila diminum pada saat lambung kosong
Kedua, adanya potensi interaksi obat jika diminum bersama dengan makanan. Atau bahasa mudahnya obat akan berkurang efeknya jika obat bertemu dengan makanan.Â
Dalam golongan obat-obat ini diantaranya adalah golongan obat-obat hipertensi semacam captopril, nifedipin. Selain itu terdapat pula golongan obat yang dapat terserap dengan baik apabila dalam kondisi asam. Misalnya antibiotik golongan penisilin dan turunannya. Dalam hal ini obat harus diminum pada saat lambung kosong
Selain potensi interaksi, terdapat pula obat yang diharapkan bekerja melapisi lambung, biasanya terdapat pada obat-obat yang bekerja pada penyakit saluran cerna dan lambung semacam obat golongan Antasida, beberapa obat golongan anti diabetik. Dalam hal ini obat sebaiknya diminum segera sebelum makan.
Ketiga, adanya obat yang dalam perjalanannya di badan tidak dipengaruhi oleh makanan. Dalam hal ini sebelum makan atau sesudah makan tidak ada pengaruhnya terhadap interaksi dan keamanan obat.