Dalam even prosiding seminar, saya ikut serta. Saya kembali menjadi manusia tertua yang ikut prosiding seminar waktu itu. Dengan bekal pengalaman nol, saya sama sekali belum pernah mengikuti acara-acara seperti itu. Saya juga bukan dosen. Saya hanya berbekal senang dan pernah menulis, dan saya yakin saja bahwa dunia ini tidak jauh-jauh dari penulisan yang biasa saya lakukan. Hanya mungkin saya harus lebih banyak belajar dan menyesuaikan diri. Prosiding berlalu dengan hepi ending, dan alhamdulillah saya dapat best presenter. Kalo tidak dilarang oleh istri, waktu saya mau langsung slametan tujuh hari tujuh malam. Karena istri tidak mengijinkan, akhirnya saya hanya minta foto saja sama penyelenggara lalu foto saya kirim ke anak saya dan saya jadikan story WA. Sudah cukuplah itu.
Saya juga sempat menjadi dosen tamu di salah satu PTMA, tahun 2019 sampai tahun 2022. Itung-itung supaya portofolio dan cerita kehidupan pribadi saya bertambah isinya. Bukan hanya itu, saya selalu yakin bahwa ada banyak hal yang bisa saya dapatkan yang tidak berhenti pada materi saja. Selama saya kuliah, saya juga mengikuti semua proses pembelajaran, bukan hanya kuliah formal saja. Saya terus belajar, mengasah keterampilan publikasi ilmiah di jurnal, tetap sesekali menulis artikel populer, sampai pada titik ini saya mengenal yang namanya self publishing. Kenal dengan penerbit, belajar memahami mekanisme HAKI, dan berbagai celah lain untuk mengeksplorasi passion saya. Sesuatu yang seperti membuka jalan saya dalam menulis dan memperluas coverage dari karya-karya saya selanjutnya. Buku pertama yang saya terbitkan waktu itu adalah buku tentang stunting. Saya tulis sendiri, desain dan layout sendiri, saya terbitkan melalui salah satu penerbit indie di Yogyakarta dan saya pasarkan sendiri melalui marketplace. Hasilnya ternyata luar biasa melebihi ekspektasi saya. Buku ini meningkatkan motivasi saya untuk lebih detail dalam belajar dan menggali sisi-sisi akademis yang selama ini saya memang jauh dari itu. Dan alhamdulillah lagi saya banyak dipertemukan dengan akademisi-akademisi hebat dari almamater saya. Dari beliau-beliau ini saya terus belajar, mendapat kepercayaan untuk membantu menulis, membuat artikel begitu seterusnya bahkan sampai sekarang ketika saya sudah lulus dan tidak lagi menjadi mahasiswa.
Cerita ini menarik saya tulis sebagai sebuah ringkasan perjalanan panjang yang akan menjadi pengingat untuk diri saya sendiri, bahwa sejauh mana kita bisa konsisten dan pantang menyerah, Insya Allah akan selalu ada jalan. Sama seperti tagline salah satu perusahaan transportasi online, selalu ada jalan. Setidaknya sampai saat ini saya sudah menerbitkan lebih dari sepuluh judul karya dalam bentuk buku, buku lembar balik, buku saku dan karya edukasi lainnya. Selain menulis buku, saya juga menciptakan beragam media edukasi kesehatan masyarakat dalam bentuk poster, kipas souvenir, leaflet dan sebagainya. Meskipun tidak seluruhnya saya terbitkan sebagai sebuah luaran ber_HAKI atau buku ber-ISBN, ternyata saya tidak bisa menafikan kenyataan bahwa karya saya cukup menopang hidup saya saat ini. Pada kenyataannya, benar seperti kata bijak, bahwa memang buku tidak menjadikan saya kaya. Namun dari buku saya bisa hidup lebih dari cukup.Â
Satu hal yang bagi saya luar biasa, di awal tahun ini saya bisa menemani istri berproses menyelesaikan studi doktoralnya, bisa bantu-bantu istri menyelesaikan kolaborasi penulisan buku dengan seorang guru besar. Demikian halnya saya, awal tahun ini bisa cukup menjadi penyemangat bagi saya dalam menulis dimana saya bisa berkolaborasi menulis dengan seorang guru besar bersama  seorang dosen dari lintas kampus yang berbeda. Bagi orang lain mungkin biasa, namun bagi saya ini luar biasa, saya berulang kali mengucapkan terima kasih karena beliau masih berkenan menjadi mentor saya, berkenan "menggendong" saya, dan bahkan masih sering memberikan pekerjaan untuk saya.
Saya masih ingat dulu bapak sering cerita, di usia balita saya, ketika ada orang bertanya cita-cita, saya sering menjawab "Hakong huku" yang artinya bakul buku, atau jualan buku. Mungkin terinspirasi dari sosok bapak saya yang bekerja di percetakan dan sering membawa hasil cetak dalam bentuk buku. Saya terlahir dari bapak yang hanya tamatan SD, setali tiga uang dengan ibu saya yang malah tidak tamat SD. Ibu saya meninggal karena kanker payudara beberapa minggu saja setelah saya menjadi ASN. Mungkin waktu itu kekuatan yang membuatnya bertahan hidup hanya keinginannya untuk melihat saya berangkat kerja dengan berseragam ASN.
Bapak, ibu, saya sekarang beneran jualan buku. Bedanya saya bukan buruh percetakan seperti bapak waktu itu, saya bisa menulis sendiri karya sendiri, bisa berkolaborasi dengan banyak orang hebat. Atas perjuangan panjangmu dalam menyekolahkan dan mendidik saya menjadi sekuat sekarang. Kini meskipun tidak lagi berseragam ASN, meskipun hanya apoteker yang kemana-mana selalu bersandal jepit, semoga kalian tetap bisa bahagia melihatnya dengan kedua mata terbuka, bukan dengan sebelah mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H