Dalam pilkada serentak 2024, menurut sejumlah para pengamat politik, adalah sebuah kontestasi yang mempertontonkan kekuatan Banteng, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan mantan kader partai itu, Joko Widodo--Presiden ke-7 RI--yang kini menetap di Solo.
Semua orang tahu bahwa hubungan antara Ketua Umum PDI-P dan Jokowi merenggang sejak Pemilihan Presiden 2024. Dalam proses menuju Pilpres 2024 tersebut kedua tokoh ini tidak cocok lagi. Publik pun memberi penilaian bahwa keduanya sedang tidak cocok. Apalagi di berbagai kesempatan, Megawati secara terang-terangan menyentil bahwa Jokowi itu adalah petugas partai, tanpa PDI-P Jokowi tak ada apa-apanya. Itu disampaikan saat HUT Ke-50 PDI-P, di Jiexpo Kemayoran Jakarta, Selasa, 10 Januari 2023 . Â
Dalam video yang cukup viral itu, Megawati menyampaikan, "Pak Jokowi itu yo ngono lho, mentang-mentang, ya iya, padahal Jokowi kalau enggak ada PDI-P juga, aduh kasihan, dah". Ungkapan itu disambut sorak-sorai tepuk tangan hadirin. Kamera pun diarahkan ke Jokowi, yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden.Â
Berbagai kalangan pun buka suara. Seharusnya, tidak eloklah Megawati mempermalukan atau merisak Jokowi di depan publik seperti itu. Apalagi seorang Presiden disoraki di depan umum, itu sangat menyakitkan.
Ingatan Publik
Jokowi pun saat itu hanya bereaksi dengan senyum meskipun dengan muka agak memerah. Siapa pun, tanpa pandang bulu, dalam kondisi seperti itu seseorang yang dirisak akan terganggu, baik pikiran maupun psikisnya. Jokowi tidak bereaksi setelah itu. Bagaimanapun dia juga menghargai bahwa yang sedang berbicara adalah ketua partainya.
Di kesempatan itu, tidak dimungkiri, kemungkinan ada hadirin juga yang tidak nyaman dengan ucapan spontan dari Megawati tersebut. Apa boleh buat. Ibarat nasi telah jadi bubur. Semua sudah berlangsung. Peristiwa itu pun tersimpan di alam digital dan mengendap di ingatan publik. Peristiwa demi peristiwa pun disaksikan publik terkait ketidakharmonisan antara Megawati dan Jokowi.
Namanya publik, terutama mereka yang tidak setuju seorang Presiden mereka diperlakukan seperti itu, tidak mungkin langsung bisa memprotes kepada Megawati. Mereka punya jalan sendiri. Saat Pilpres, publik lebih memihak pada pilihan Jokowi yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
PDI-P pun terpuruk. Calon yang diusung, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kalah. Meskipun di lembaga Legislatif partai berlambang banteng moncong putih itu masih berjaya.
Kemudian, publik pun menjadi saksi sekaligus bertindak sebagai pengadil tanpa palu, pada Pilkada 2024, yang diselenggarakan pada Rabu, 27 November 2024, Â kontestan yang preferensi dukungannya pada Jokowi berhasil menjadi pemenang. Dari sejumlah gelaran hitung cepat di lembaga riset, kontestan yang didukung Jokowi pun menang.
Publik pun menghubung-hubungkan dengan ucapan Megawati bahwa benarkah "Jokowi tanpa PDI-P, aduh kasihan dah".Â
Pasca-Pilpres dan Pilkada 2024, Jokowi pun membuktikan bahwa dia bisa bertahan tanpa PDI-P sekalipun.Â
Rujuk Politik
Dari berbagai peristiwa politik yang dipertontonkan kepada rakyat ini, PDI-P pasti secara internal akan mengevaluasi tentang pendekatan yang dilakukan. Sebagai partai besar sudah sewajarnya melakukan introspeksi apakah jalan yang ditempuh sudah benar? Sebab, jika tidak segera melakukan konsolidasi internal, jelas akan membuat PDI-P semakin terpuruk dan kehilangan kepercayaan dari wong cilik yang selama ini membelanya.
Sebagai rakyat, kita hanya mengharapkan Megawati dan Jokowi rujuk. Hentikan sudah polemik yang ada. Kita kini sudah tahu bahwa paling tidak Jokowi telah sukses telah membuktikan bahwa ucapan Megawati tidak sepenuhnya benar.Â
Sehebat apa pun kepahitan bahkan kebencian, namanya politik pasti bisa ada jalan keluar untuk mendamaikan. Kita ingat bagaimana kerasnya persaingan antara kubu Prabowo dan Jokowi saat Pemilu 2014. Namun, dengan niatan baik untuk kemaslahatan bangsa, dua tokoh yang berseteru itu bisa rujuk. Bahkan, mereka jadi sahabat karib dan bahu-membahu menjalankan pemerintahan.
Dari semua ini, pelajaran yang bisa kita petik bahwa, pertama, sebelum menyampaikan pernyataan hendaknya menimbang-nimbang dulu, apakah yang disampaikan akan berdampak negatif di kemudian hari. Saya percaya bahwa para petinggi di PDI-P sangat mencintai Megawati sehingga tidak salah untuk memberikan masukan.Â
Apa pun, Megawati Soekarnoputri adalah Presiden ke-5 RI yang harus kita hormati dan kita jaga. Pernyataan-pernyataan yang kira-kira sensitif ada baiknya tidak dipublikasikan. Sebab, lagi-lagi, jejak digital dan ingatan publik terkadang tak bisa dibaca arahnya. Terbukti, dampaknya sangat dahsyat di luar dugaan dan sangat menyakitkan.
Kedua, saya yakin Jokowi adalah sosok yang pemaaf. Apa yang sudah terjadi biarlah menjadi sejarah tanpa harus dibuat berkepanjangan. Masyarakat sudah paham kok. Jokowi pasti mau rujuk dan bersalaman kepada Megawati.
Ketiga, bagi sekolompok warga yang masih terus memperuncing masalah, bahkan menyimpan kepahitan terhadap kedua tokoh ini, ada baiknya kita ikhlaskan semua ini. Kita cukupkan sampai di sini. Pendukung Jokowi dan pendukung Megawati juga ikut rujuk tanpa saling mengecilkan. Kalau perseteruan terus disimpan, pada akhirnya membuat kita bukan untung, melainkan buntung. Menang jadi arang, kalah jadi abu.Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H