Oleh : Apir Imami
Setiap orang memiliki jejak kehidupan masing-masing. Mulai dari lahir hingga sekarang. Beragam cerita dan kisah tersimpan. Bagaimana tingkah kita di masa lampau?Â
Orang-orang yang menyayangi dan mendidik serta mereka yang amat penting dalam hidup kita. Sebagiannya masih sempat diabadikan dalam lembaran demi lembaran kertas berupa tulisan. Sedangkan sebagiannya keburu pergi dibawa arus waktu. Apakah mungkin kita telat dalam menuliskannya? Mulai giat menulis sekitar usia 10 tahun misalnya. Atau memang sengaja membiarkan cerita itu pergi begitu saja? Serta acuh tak acuh dengan aktivitas menulis?
Padahal, melalui kegiatan menulis seolah kita diajak terbang mengunjungi sejarah masa lampau. Sangat berbeda dengan sebuah video atau foto. Mengabadikan kisah hidup lewat tulisan lebih terasa nyata dan hidup. Seolah kita masih berada dalam suasana saat itu. Lebih merasapi dalam pikiran dan ingatan.
Ketika merindui kehidupan semasa usia Sekolah Dasar misalnya, cukup kembali membuka Diary tersebut yang tersimpan rapi di dalam laci atau lemari yang memang telah menjadi prasasti. Sembari secangkir teh dan roti tawar yang telah terhidang, kita membaca setiap lembaran yang menyimpan ribuan kata yang bernada lucu dan menghibur. Mulai dari bentuk tulisan yang terkesan laksana cakar ayam atau memang dari cara menulisnya yang mengundang tawa.Â
Dari situ, kita dapat merasakan dan mengenang bahwa dulu kita pernah melakukan hal-hal yang paling polos . Contoh, mandi hujan bersama kawan-kawan, bermain dengan permainan klasik (bola kasti, estapet, petak umpet, tarik tambang, memanjat pohon dan sebagainya).Â
Sering tuh, pas di aksi memanjat pohon, naik ke atas bisa tetapi turun tidak bisa. Ya sudah, nangis sejadi-jadinya minta diturunin. Kalau ketemu kawan yang bersedia membantu, kita bakal dibantu. Tapi kalau berjumpa kawan yang EGP ( Emang gue pikirin), ya sudah biarlah dikau seperti itu malahan yang lain tertawa ngakak di bawahÂ
Begitu juga dengan berbagai macam cerita di kehidupan masa remaja dan menjelang usia dewasa. Banyak sekali jejak hidup yang dijumpai. Tentang asmara, keluarga, persahabatan, karir, kesehatan dan sebagainya.
Jadi, Diary dapat dikatakan berupa rekaman yang lebih hidup. Sebagai sarana untuk menyimpan sejarah kehidupan. Mengabadikan. Masih dan selalu ada ketika penulis hanya tinggal nama. Tetap terkenang sampai generasi berikutnya.
Jambi, 10 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H