Senja sore tadi adalah senja penutup ujung tahun 2010. Tapak kaki negeri ini menorehkanjejas haru biru mengarungisetahun perjalanan kita sebagai bangsa. Catatan perjalanan itu telah tersimpan rapi sebagai sejarah. Ceritaduka yangtak pernah henti, melelahkan, membuat bangsa ini tertatih menyeret langkah.Tsunami, gempa bumi dan gunung meletus mengubur jasad saudara kita, yang teringgal selamat adalah mereka yang papa kehilangan semuanya.
Gonjang ganjing politik menguras energi bangsa sepanjang tahun. Serial Century yang akhirnya hanya mendongkelseorang anak bangsa terbaik, Sri Mulyani, terusir oleh “penguasa senayan” yang tak mau di usik kegemarannya mendompleng pajak. Kasus hukum yang secara nyata diselesaikan dengan lobby politik , dengan politik dagang sapi sebagai solusi. Politik masih Panglima!!!.
Serial Cecak dan buaya… Parodi keadilan yang tidak lucu. Aktornya begitu menikmatilakon yang hanya memuaskan nafsu dari kerakusan akan kekuasaan dan uang. Cerita ini sedikit menghibur rakyat dengan Ending terselematkannya Bibit & Chandra Hamzah. Tapi setelahnya Bibit Chandra kehilangan nyali yang diltularkan secara sistemik kepada KPK sebagai lembaga. KPK tak lagi garang mencincang para koruptor. Kepanikan pemerintahmenghadapi APBN yang selalu kritis di jebol para koruptor dan pengemplang Pajak . Solusi klasiknya, “menaikkan harga BBM dengan dalih menarik subsidi” problem solving yang tak perlu sekolahpun orang tahu.
Pelecehan sebagai bangsa berdaulat tahun 2010 tidak saja dilakukan kepada para TKW kita di luar negeri tetapi dengan kasat mata Negara tetangga yang adalah saudara serumpun dan dulu murid kita, Malaysia mempertontonkannya. Mereka tanpa rasa takut berparade kapal perang di perairan Nusantara, menangkapai petugas Negara RI yang diakuainya sebagai kesalahan tapi, maaf mereka merasa tidak perlu minta maaf. Belum cukup dengan klaim pulau dan wilayah perbatasan, karena Negara ini begitu diremehkan Malaysia, warisan ribuan tahun lalu sebagai kekayaan budaya kita satu persatu di klaim pula oleh mereka. Negara tidak banyak berbuat, masyarakat luaslah yang protes keras.
Dalam karut marut mengelola Negara yang belum bisa keluar dari kemiskinan, kebodohan, dan tidak adanya jaminan rasa amanini. Pemerintah membuka front pertikaian baru, berpolemik soal keistimewaan Yogyakarta! Banyak orang menduga, bagian dari trik pengalihan issue setelah penangkapan pelaku terror bukan lagi topik yang menarik perhatian warga. Banyak Issue yang masih harus terus disembunyikan dari tuntutan tanggungjawab. Century dan Lapindo belum tuntas, Gayus dengan segala uang dan orang yang tersangkut dengannya perlu di” amankan”. Itu hanya satu pendapat. Yang lain berpendapat Presiden cemburu karena kekuasaannya terbatas dua priode. Yang sebenarnya sudah dicoba untuk melabrak aturan yang ada dengan mengirim "duta"nya, Ruhut, bicara ke Publik bahwa tidak ada salahnya Presiden bila menjabat sampai tiga priode. Sayang upaya tes jimat Ruhut mental ditolakmentah2. Jimat dan seluruhjampi taklagi mempan. Sedangkan sultan Yogya kekuasaannya tidak terbatas. Presiden kepleset dalam kasus ini. Dia ditinggal “Geng”nya. Partai sekber nyamenyanyikan nada berbeda dengan partai demokratnya. Semua mendukung Sultan kecuali Demokrat.
Rangkaian cerita miris memgiringi langkah gontai bangsa ini serta merta terlupakan, duka yang pernah menemani anak bangsa sirnah seketika. Di penghujung tahun, tiba2 semua anak negeri menyanyikan lagi Indonesia Raya, lagu kebangsaan yang sudah hampirterlupakan, setelah kebanggaan sebagai bangsa memudar dikikis penghianatan amanat rakyat oleh penguasa. Semua berjejerrapi dalam barisan pendukung tim Nasionaldi Piala AFF. Firman utina dkk telah menyihir bangsa ini. Tampil impressifdi babak penyisihan dengan kemenangan demi kemenangan meyakinkan, mengapungkan Nasionalisme yang sudah tenggelamdidera penghinaan danmiskinnya prestasi Internasional. Laksana Garuda perkasa, kita semua menjadi percaya diri bahwa kita bukanlah bangsa pecundang. Gegap gempita mendukung Timnas menjalar ke sudut-sudut negeri. Membuka sekat-sekat diantara anak bangsa. Tak ada lagi bendera selain merah putiih. Tak ada lagu selain Indonesia Raya. Bangsa ini menyatu dalam paduan suara menyanyikan lagu Garuda didadaku yang jadi yel2supporter Timnas.
29 desember 2010 Leg kedua partai final di Jakarta setelah leg pertama di Kuala Lumpur kita kalah 3-0 dari tim Harimau Malaya, Malaysia. Asa seluruh negeri tertumpu pada pasukan timnas. Doa2 dipanjatkan dari surau,gereja,pura,dan kuil. Kekalahan di Kuala Lumpur tak sedikitpun menyurutkan dukungan. Genderang penyemangat makin keras dibunyikan. Memburu defisit 3 gol bukan soal, semua yakin kita bisa Juara. Malaysia Pernah di bantai 5-0 di arena yang sama!
90 menit dua babak pertandingan telah selesai. Skor 2-1 untuk Kemenangan Timnas. Empat kali mencapai puncak di AFF, kita belum berhasil mengangkat Trophy. Supporter merah putih di Senayan dengan sedih meyaksikan Malaysia ber selebrasi merayakan kemenangan. Kita sedih, memang. Kita kecewa, Ia. Tapi kita tetap bangga. Saya berandai2 bila saja saya ketua PSSI, bonus yang saya pernah janjikan ke pemain bila menjadi juara tetap saya berikan. Semangat juang, kegigihan, pantang menyerah tanpa rasa lelah yang pemain tunjukan adalah inspirasi berharga bagi Indonesia. Seperti melihatsemangat perlawananHasanuddin,Diponegoro,Si Singa Mangarjadan pahlawan lainnya pada diri sebelas orang pemain timnas di lapangan.
Kemenangan Garuda di Leg kedua bagiku adalah kemenangan sebagai Juara. Kita bukanlah Juara tanpa Mahkota, tapi Juara Sejati sebagai tim, Pemain dan Pendukung. Pendukung Timnas duduk dan berdiri dalam etika supporter bermartabat, menjunjung tinggi sportifitas. Supporter Timnas di senayan menang telak dibanding apa yang ditampilakan pendukung Harimau Malaya di Bukit Jalil. Kepada Pemain Timnas: Peragaan permainanmemukau dengan skildan kerjasama apik telah kau pertontonkan. Liuk badanmu menghindari hadangan lawan adalah tarian penghibur anak jalan yang tak dapat mengemis hari ketika kau bertanding karena dia juga mewajibkan dirinya nonton. Kemenanganmujadi cerita pelipur segala lara bangsa. Timnas, Pasukan Garuda, kau telah menutup Tahun dengan manis. Perjuanganmu di arena AFF menjelma sebagai ajian sakti penyemangat bangsa. Kemenanganmu meski belum merengkuh Juara jadimomentum kebangkitan kembali bangsa ini meretas jalan menuju Indonesia Jaya.
Karenamu anak Negeri merasakan ahir tahun ini lebih indah dari sebelumnya.
Lappa, Sinjai 31 desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H