Hari Rabu sore tanggal 18 Mei 2011 yang lalu, mata sebelah kiri saya terasa sangat gatal.Tanpa sadar saya menggosok mata itu dan terasa semakin gatal.Setelah melihat melalui kaca cermin terlihat memang mata kiri saya memerah di kelopak bagian dalam.Sesampainya di rumah saya langsung meneteskan kedua belah mata dengan obat tetes merk Cendo Xitrol milik anak-anak saya sewaktu mereka pernah kena sakit mata beberapa waktu yang lalu.Perih terasa di mata sebelah kiri.
Ketika bangun pagi terasa mata sebelah kiri makin ‘berat’ dan gatal.Saya melihat di cermin memang mata kiri saya semakin merah.Saya sekarang yakin kalau saya tertulas penyakit mata yang istilah kedokterannya konjungtivitis.Jam 10.00 saya menuju salah satu rumah di bilangan Jakarta Selatan untuk berobat ke dokter mata.Dokter mata yang sudah tampak senior tersebut menyimpulkan bahwa mata saya terkena virus tanpa menyebutkan secara detil apa penyakit dan juga nama virusnya.Akhirnya saya diberikan resep berupa obat tetes, salep merk Cendo Xitrol, vitamin dan pil antibiotik.
Saya beristirahat mulai hari Kamis hingga hari Minggu (selama 4 hari), tetapi sampai hari Senin pagi, mata kiri saya belum kunjung membaik. Saya sulit memelekkan mata kiri saya tersebut dan tidak bisa melihat sinar terlalu terang.Hari itu saya memang bekerja seperti biasa walau mata kiri masih terasa berat.Akhirnya Senin sore, mata kanan saya mulai terasa gatal. Wah, sekarang yang kanan juga tertular penyakit yang sama pikir saya.
Saya memutuskan untuk istirahat kembali keesokan harinya.Memang terbukti jika mata kanan saya juga terkena penyakit mata. Sampai dengan hari Rabu malam, mata kiri juga masih terasa gatal dan “berat” dan mata kanan mulai mengalami kondisi yang sama.Malam itu juga ketika sehabis mengajar, istri saya membawakan obat tetes merk Cendo Tobroson dan Cendo ProtagentA.Menurut istri, kawannya dan anak kawan tersebut juga mengalami penyakit yang sama dan diberikan dokter mata mereka kedua obat tetes tersebut. Tanpa ada antibiotik baik berupa salep, tetes maupun pil untuk diminum!Setelah googling di internet memang saya menemukan tulisan bahwa penyakit mata merah bisa disebabkan oleh virus atau bakteri.Nama penyakit itu menurut istilah kedokteran adalah AHC (Acute Hemorrhagic Conjunctivitis).Penyakit yang disebabkan oleh bakteri memang harus diberikan obat berupa antibiotik, sedangkan yang terkena virus tidak disebutkan harus diberikan antibiotik.Setelah menanyakan pada apoteker kenalan istri saya, apoteker tersebut juga heran mengapa penyakit mata yang disebabkan oleh virus harus diberi antibiotik?
Saya juga sempat berbincang dengan rekan kantor yang pernah terkena penyakit mata kira-kira sebulan yang lalu. Ketika berobat di RS Mata Aini, dia juga diberikan obat tetes mata yang sama merk Cendo Tobroson tanpa obat minum antibiotik.Langsung saya berpikiran ‘wah dokter mata saya nggak bagus nih alias kasih obat mahal tapi nggak manjur!!’ Saya hampir menghabiskan uang sebanyak 800 ribu untuk dokter dan obat yang diberikan.Padahal obat tetes merk Cendo Tobroson hanya tidak lebih dari 40 ribu rupiah! Beginikah memang kualitas dokter di rumah sakit mewah tersebut? Saya tidak akan menyebut nama rumah sakit itu untuk kemudian menjadi Prita kedua. Tapi saya teringat dengan perlakuan dokter terhadap ibu saya ketika terkena sakit gejala tiphus.Entah dengan pertimbangan apa, dokter di RS Swasta di bilangan Bekasi memberikan antibiotik dosis sangat tinggi kepada ibu saya.Walhasil seluruh tubuh ibu saya membengkak dan tidak kunjung sembuh sampai 5 hari.Akhirnya saya memaksa untuk memindahkan ibu saya ke RS Saint Carolus.Dokter di RS Carolus kaget ketika mengetahui obat antibiotik yang diberikan oleh dokter dari RS sebelumnya. Dokter itu mengatakan jika obat dengan jenis dan dosis seperti itu biasanya diberikan untuk pasien yang habis mengalami kecelakaan parah, sehingga untuk menghindari terkena infeksi akut maka diberikan antibiotik dengan dosis yang sangat tinggi.
Melihat pengalaman saya dan ibu saya tersebut, tidak salah kalau saya menyetujui opini yang memang banyak berkembang di masyarakat.Ada beberapa dokter kita yang “senang” memberikan obat yang tidak tepat dan mahal kepada pasien untuk menarik keuntungan pribadi.Kalau hanya mengorbankan materi mungkin masih bisa dimaklumi, tapi kalau mengorbankan kesehatan atau bahkan jiwa hanya untuk keuntungan pribadi sang dokter? Saya tidak bisa menemukan kalimat yang tepat untuk perilaku seperti itu.Saya tidak mengatakan semua dokter kita mempunyai perilaku seperti itu,karena saya percaya masih banyak dokter di negara kita yang masih mempunyai nurani.Tapi terus terang dari pengalaman saya selama ini dan juga banyaknya kasus yang terjadi yang menimpa pasien di negara kita, tidak salah kalau saya dan mungkin juga banyak masyarakat sering mempertanyakan ‘kualitas’ dokter kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H