Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Tiara) ke Monas

3 Mei 2014   22:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebelum

Monas

Papa meminjam mobil om Boss, untuk membawaku keliling Jakarta. Hanya kesunyian yang menemani kami. Papa marah, dan aku juga marah. Gara-gara, aku cuma mau jalan-jalan berdua dengan papa. Aku cuma mau berdua. Itu saja.

DAN

PEREMPUAN itu merusak semua kegembiraanku.

PEREMPUAN itu sudah mencuri papaku beberapa tahun. Apakah aku tak boleh mempunyai papaku sehari saja. Perempuan itu memaksa ikut papa dan aku jalan-jalan. Aku marah. Nyaris kulempar dia dengan pisau, kalau saja aku tak ingat, kata bu Retha. “Marah itu boleh asal tetap ingat diri”.

Sayangnya, walaupun aku jadi pergi dengan papa berdua, suasana sudah rusak. Aku sedih. Papa kelihatan masih marah. Aku tak mau bicara dengan orang marah. Kunikmati saja jalanan yang tak terlalu ramai di hari Sabtu ini.

Jakarta memang bagus, tapi panas. Gedung-gedungnya tinggi mencakar langit. Orang-orangnya kelihatan serba terburu-buru. Aku melihat banyak mobil dan motor. Macam-macam mereknya. Sepertinya orang Jakarta itu kaya-kaya deh.

“Tiara.”

Aku memandang papa, dan melihat tatapannya. Kami sudah berjalan jauh sekali. Menyusuri jalan panjang Daan Mogot kubaca di awal jalan, dan baru menyusuri jalan Kyai Tapa, lalu Wahid Hasyim, dan juga jalan Juanda.

Papa meminggirkan mobilnya dan memasuki pelataran sebuah gereja. Papa menghentikan mobil, “Papa mau tanya. Kamu mau ngga ikut papa?”

Aku kelu. Tak berani menyahut. Kami berempat. Aku anak kedua. Kenapa aku yang ditanya? Kenapa bukan cikde (kakakku)? Atau meymey (si bungsu)? Kenapa aku?

“Kamu bisa maju di sini. Daripada sama mama kamu. Lagipula sekolah di kota kecil itu ada apanya? Ikut papa, kamu kan bisa sekolah di Jakarta.”

Aku merasakan tatapan papa yang intens. Aku tak bisa menjawab.

“Ya sudah, pikir saja dulu. Tamat SD saja pindah ke sini, kalau kamu mau. “

Papa mungkin menyadari bahwa aku kaget dan  tak siap menjawabnya.

Papa mengajakku turun dari mobil itu. Mobilnya diparkir di pelataran gereja itu. Papa menerangkan bahwa gereja itu namanya Katedral. Gereja Katolik terbesar di Jakarta. Ia lalu mengajakku menyusuri jalan dengan berjalan kaki.

Langit mulai temaram. Senja mulai menjelang. Panas tak terlalu terasa lagi. Aku melihat ke kanan dan kiri dengan rakus. Menyerap setiap gambaran.

Papa menunjukkan masjid di dekat gereja Katedral. Katanya masjid itu masjid terbesar juga. Namanya Istiqlal. Betul juga. Aku melihat megahnya masjid itu dan terpesona.

Papa membeli 2 botol air mineral, dan menggandengku. Aku dan papa duduk di halte dekat masjid dan minum air mineral. Papa menunjuk ke seberang dan memberitahuku di depan itu stasiun kereta api Juanda. Aku teringat dengan perjalanan pulangku besok. “Kereta api yang akan kunaiki di situkah?” tanyaku.

Papa menggeleng. “Tidak. Nanti kamu dari Gambir,” Kata papa.

Kami meneruskan jalan dengan perlahan. Papa menunjukkan pusat makanan Pecenongan. Kemudian terus menyusuri jalan.

Karena berjalan kaki, maka Monas terasa jauh sekali.

Leganya waktu sampai. Melihat Monas dari dekat. Di sisi papaku tercinta. Melihat jajaran pepohonan, dan mengamati dari dekat puncak tugu yang seperti "Api Nan Tak Kunjung Padam" sepertinya ia selalu memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.

Aku memandangi rusa-rusa yang berkeliaran… mendengarkan papa bercerita masa-masa pacarannya dengan Mama di taman Monas ini.

Jam 7.30 malam aku dan papa baru meninggalkan area Monas, setelah melihat pertunjukan air mancur menari. Aku terpesona dengan air mancur yang kulihat. Indahnya…

Belum rela rasanya meninggalkan pemandangan itu. Aku masih ingin menikmati keindahan warna emas di puncak Monas. Dan air mancur menari dalam tamannya. Namun waktu sudah terlalu malam. Besok pagi, aku akan pulang ke kota-ku. Liburanku sudah selesai. Selasa hari sekolah, aku perlu istirahat di rumah sebelum kembali sekolah. Kata mama waktu membelikan tiket pulang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun