[caption id="attachment_388505" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]
“Lo, ikut pelatihan untuk olimpiade matematika mau kan?”
“Kalau kalah gimana, Bu? Ngga ah Bu. Nanti kalah.”
Lombanya belum ikut, anak saya sudah takut kalah. Anak didik ya.
Sebagai guru matematika waktu di Kalimantan Barat dulu, saya ditugasi melatih anak mengikuti olimpiade mewakili sekolah kami. Usul kepala sekolah adalah melatih anak kelas 5 SD. Jadi, saya menawarkannya pada anak kelas 5, yang terbaik di kelas matematika saya tentunya. Saya kaget dengan penolakannya. Padahal, saya sudah menggunakan ajakan dengan akhiran positif, “Mau kan?”
Penolakan yang menurut saya sebenarnya tak berdasar. Hanya karena takut kalah. Ya ampun.
Akhirnya, karena keterbatasan siswa kelas 5 (jumlah murid kelas 5 lebih sedikit dari kelas 4 dan anak yang matematikanya bagus di kelas 5 cuma anak lelaki itu) saya menawarkan kesempatan tersebut pada siswa kelas 4. Perempuan, yang langsung berkata, “Kapan Bu?”
Antusias sekali. Kali ini ada 2 anak yang saya latih. Jaga-jaga saja dan menyeleksi. Keduanya bagus. Orang tua partisipasinya tinggi. Anak kelas 4 itu selama 2 bulan berlatih dengan saya. Setiap Sabtu, saat teman-temannya main, dia ke sekolah pagi-pagi, pukul 7.30. Pulang sekitar pukul 11-12. Semangat belajarnya tinggi. Akhirnya saya harus memilih. Karena tak ingin mengecewakan keduanya, saya menanyakan, kalau ikut olimpiade, pelajaran apa yang lebih mereka sukai. Anak yang memilih matematika-lah yang saya pilih.
Suka dulu, baru bisa semangat. Itu alasan saya. Dan memang anak yang suka itu lebih rajin, dari absen kehadirannya sebetulnya ia memang lebih tinggi. Anak satunya mungkin lebih pintar, tapi tidak serajin yang memang suka. Case closed ketika ternyata anak yang terpilih tersebut menang di tingkat kabupaten.
Banyak orang tua mengeluhkan, masalah kepercayaan diri anaknya. Sama seperti saya mendongkol sekali ditolak siswa kelas 5 SD itu. Hanya soal kepercayaan diri sebenarnya. Bagaimana mau menang kalau maju saja tidak? Mencoba saja tak mau?
Bagaimana sih caranya membuat anak percaya diri? Kepercayaan diri anak bukan dibangun oleh guru sebenarnya. Kepercayaan diri anak terutama dibangun oleh orang tua.
Caranya,
- Biasakan berdoa bersama anak. Doakan anak-anak sebelum ke sekolah, atau mengikuti kegiatan kompetitif. Bukan supaya menang, tetapi supaya anak mampu melakukan yang terbaik. Saya percaya semua agama punya doanya masing-masing toh? Singkat saja. Minta anak meng-aamin-kan doa kita.
- Usahakan agar anak bisa tiba di sekolah, atau tempat lomba/aktivitas kompetitifnya tepat waktu. Mengapa? Ketepatan waktu meningkatkan percaya diri. Bayangkan kalau anak tiba di sekolah selalu terlambat, tentunya anak merasa malu. Rasa malu itu merusak percaya dirinya. Anda berperan dalam hal ini. Anak mungkin belum bisa pergi sendiri dan perlu anda untuk mengantar. Kalau anda bangun kesiangan, anak juga akan kesiangan. Kasihan toh?
- Pastikan anak makan dengan baik, kalau perlu temani sarapan dan bawakan bekal masakan sendiri. Anak akan merasa bangga mendapat perhatian dan kasih sayang seperti itu. Anak tidak sarapan, kadang karena terbiasa. Padahal, makan membantu pikiran dan tubuhnya siap beraktivitas.
- Dampingi anak dengan bahan-bahan yang diperlukannya. Bukan yang mewah, tetapi sesuaikan saja dengan manfaatnya. Terutama persiapan belajar materinya. Mau ikut spelling bee, bantulah berlatih. Mau ikut story telling dengarkan dia, perbaiki lafal dan kecepatannya, bahkan kalau perlu damping membuat alat peraganya. Ananda akan lebih percaya diri dengan pendampingan orang tua. Guru punya peran, tetapi buat anak, segalanya itu anda, orang tuanya.
- Buatlah rumah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak. Bukan membolehkan ia melakukan apa saja, tetapi, memberi batasan yang jelas dengan pemahaman, sehingga minim konflik. Kalau bertengkar dengan pasangan, jangan di depan anak, sedapat mungkin. Itu membuat anak mengalami penurunan rasa percaya diri.
- Pastikan anak mendapat tidur yang cukup setiap hari, apalagi menjelang lomba, atau tes atau event penting. Kurang tidur karena mempersiapkan diri untuk kegiatan sama sekali tidak dibenarkan. Kurang tidur juga mempengaruhi performance anak. Rasa percaya diri terbawa juga.
- Buatlah paginya menyenangkan. Cium dan pelukan anda sungguh sangat berarti buat kepercayaan diri anak.
So, silahkan dicoba untuk mengembangkan percaya diri ananda. Kalau berhasil, silahkan sebarkan. Kalau perlu modifikasi, tambahkan saja di kolom komentar.
Salam edukasi,
Maria Margaretha
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI