Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Inflasi karena budaya konsumerisme (?), Catatan Bukber bareng Bank Indonesia

13 Juli 2014   15:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:28 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tren kenaikan harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya selalu hadir selama bulan Ramadhan dan menjelang lebaran di tiap tahun. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab terjadinya inflasi. Namun, haruskah inflasi atau ketidakstabilan harga terjadi di tiap tahun terutama saat bulan Ramadhan atau menjelang Lebaran?11 Juli 2014, 15.00-18.30, kompasianer diundang untuk mengikuti bukber dan nangkring bareng Bank Indonesia dengan topik itu.

Topik tersebut menarik untuk menambah wawasan kompasianer. Banyak kompasianer ibu rumah tangga seperti mbak Ve, mbak Rokhmah, dan bahkan muda-mudi seperti mbak Fitri, Mbak Indriatami, dan Mas Iswanto menyempatkan mengikuti acara kali ini.

Jadi, setelah melewati kemacetan yang luar biasa di bundaran HI (demonstrasi Palestina) untuk mencapai gedung BI, ternyata kesasar hingga berputar-putar selama 30 menit di kompleks gedung BI tersebut. Beberapa catatan penting yang saya buat dalam acara nangkring kali ini, (terlambat sekitar 1.5 jam) akan dibagikan dibawah ini.

1. Inflasi, adalah pencuri yang tak kelihatan. Disebutkan oleh nara sumber Pak Sigit bahwa inflasi hanya dapat dirasakan dampaknya. Pak Nur Terbit dalam sesi tanya jawab membuat maksud pernyataan itu jelas untuk saya. Bahwa kalau biasa dengan seribu rupiah, kita dapat beli 3 mentimun, karena inflasi, kita hanya bisa mendapat 1 mentimun. Nilai uang kita berkurang. Pak Sigit dalam sesinya menerangkan bahwa inflasi ini dikendalikan secara bersama-sama, oleh lembaga lembaga, yang bersinergi dalam kerangka koordinasi yang kuat. Peran Kementrian Keuangan adalah menyusun asumsi inflasi. Besaran inflasi juga disebabkan oleh adanya subsidi energi. Saat subsidi energi seperti BBM (Bahan Bakar Minyak) dan TDL(Tarif Dasar Listrik) dikurangi, maka akan ada kenaikan inflasi. dikatakan, setiap limaratus rupiah kenaikan harga BBM terjadi dampak inflasi sekitar 0,7% sampai 0,8%.  Namun subsidi dikurangi untuk dialihkan pada s ubsidi lain yang lebih tepat sasaran misalnya pupuk.

2. Kendala pengendalian inflasi adalah faktor distribusi dan transportasi, itulah sebabnya penting dibuat infrastrukture yang baik.

3. Dari sesi tanya jawab, pak Amaludin menanyakan bagaimana inflasi dapat stabil dengan besaran tertentu? bila ada mafia harga? Di sini dijelaskan oleh pak Sartono, bahwa pemerintah berusaha melawannya dengan sistem. Ada upaya membangun sistem seperti bersih gudang, yang membantu masyarakat untuk mengatasi mafia barang-barang pokok.

4. Pertanyaan mbak Qory Della Sera, disebut seperti silet karena mengingatkan narasumber mengenai pengurangan subsidi misalnya, kadang kala juga belum memberikan pelayanan yang baik bagi mastyarakat, seperti naiknya tarif dasar listrik, tetapi listriknya byar-pet, atau bahan bakan minyak non subsidi yang digunakan kendaraan dinas, ternyatapun belum real. Narasumber menjelaskan bahwa diusahakan, artinya masih banyak pekerjaan yang dilakukan, dan pihak pemerintah terus bekerja. Bukan hanya untuk membuat inflasi stabil, namun juga membuat inflasi rendah. Kalau inflasi rendah maka masyarakat juga akan mengalami dampaknya. Kredit rumah jadi murah, (si Narasumber rumahnya kredit(?) serius(?)), dan menyimpan uang di bankpun ada rasa aman.

Masukan dari mbak Qory, bahwa pengurangan subsidi, seharusnya tidak mengorbankan masyarakat.

5. Mbak Qory juga menyatakan bahwa sebagai rakyat, menyadari inflasi juga disebabkan oleh budaya konsumerisme. Apakah yang bisa pemerintah lakukan untuk membangun kesadaran masyarakat hal konsumerisme ini?

Salah satu narasumber sempat mengakui bahwa, semestinya Ramadan itu konsumsi berkurang, tetapi, ia sendiri mengakui justru di bulan Ramadan konsumsinya malah nambah, bukannya membaik, malah memburuk.  Pola makannya juga pola belanja. Karena Tunjangan Hari Raya atau gaji ke 13, sehingga belanja jalan terus.

Memang dilakukan kampanye untuk membeli secukupnya dan tak perlu menyimpan karena pasti cukup, dan distribusi dipermudah supaya tidak terjadi penimbunan untuk membuat harga-harga naik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun