Kasih ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi
tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia
Adakah kompasianers yang tidak kenal lagu ini? Rasanya sih mungkin tidak ada.Â
Lagu anak anak yang dinyanyikan seorang gadis berusia 16 tahun ini bermakna dalam sekali, saat menyimak film bergenre 13+ "Ambu, Semesta Pertama dan Terakhirku". Â
Apa yang seorang ibu rasakan saat ditinggalkan anak karena cinta? Bagaimana respons seorang ibu menerima kembali seorang anak yang memutuskan meninggalkannya dan kembali lagi. Bukan hanya tentang rasa seorang ibu, namun juga tentang kearifan budaya yang ada di antaranya.
Kisah dalam film Ambu memukau penonton dalam press screening sore, 1 Mei 2019. Tak sedikit penonton yang mengeluarkan air mata.
Saya ada di antaranya.
Mengapa film ini menarik?
1. Temanya sebenarnya biasa. Konflik ibu dan anak. Yang membuatnya tidak biasa adalah bagaimana pemeran film ini berakting, membuat penonton hanyut dalam kisahnya.Â
Akting Mbak Widyawati pemeran Ambu Misna, Lutesha pemeran Nona, the best lah. Awalnya saya sempat agak tidak puas dengan pemeran Fatma, yaitu Laudya Chintya Bella, karena seperti seusia dengan Lutesha kok jadi Ibunya. Ternyata hal sama dituturkan Laudya saat press conference. Ia juga tidak percaya diri dengan peran tersebut.Â
Namun Laudya menerima peran ini karena memang wanita di film tersebut usia 14 pun sudah biasa punya anak. Terjawablah ketidak puasan tersebut. Aktingnya juga cukup menarik.
 Mungkin tokoh super nyebelin dalam film ini adalah Baim Wong, yang berperan sebagai ayah Nona dan suami Fatma. Tokoh yang unik dan menghidupkan jalan cerita dalam film ini tak lain dan tak bukan adalah Endhita yang menjadi sahabat Fatma, Hapsah. Keceriaannya mewarnai film sehingga tidak berkesan drama banget. Selain Endhita, tokoh Jaya yang diperankan oleh Andri Mashadi juga turut membuat Ambu jadi keren.Â
Film komersil dengan setting kearifan lokal suku Baduy luar dibawakan dengan baik oleh para pemain bekerja sama dengan penulis cerita. Melalui film ini kita diajak mencintai alam dan menghormati alam. Â Penting ya? Banget. Agar kita bisa melihat sisi budaya yang berbeda dan kedalaman makna dari budaya Baduy. Belajar budaya euy.Â
2. Kearifan lokal suku Baduy yang ditonjolkan dalam film juga membuat film ini layak jual.
3. Keindahan alam Baduy.
Pengen ke Baduy setelah nonton film ini adalah obrolan para blogger. Walaupun, harus bisa jalan berkilo- kilo meter karena memang jauh dari transportasi umum. Menikmati indahnya alam adalah salah satu kelebihan film ini. Settingnya keren. Membidik keindahan yang membuat saya kagum sekali. Film ini sukses menarik minat berwisata ke Kabupaten Lebak di mana film ini diambil gambar.