Hari lahir Pancasila libur resmi. Mau ngapain? Pertanyaan ini bisa juga menjadi refleksi, bertahun-tahun ini, kenapa baru 2-3 tahun terakhir hari lahir Pancasila diliburkan? Bukannya Pancasila lahir sudah sejak sebelum kemerdekaan Indonesia?
Belajar Pancasila di masa ini, bukan seperti pada masa saya masih SD, SMP, SMA dan kuliah. Pada masa tersebut, Pancasila ditekankan sedemikian rupa. Membosankan tetapi faktanya tidak terlupakan.
Di hari lahir Pancasila tahun ini 2018, saya mendapat kesempatan nonton bareng film Lima bersama Shopback. Film ini diproduksi oleh Lola Amaria dalam rangka menyambut hari lahir Pancasila ini. Film ini berbicara tentang Tuhan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan.
Sebagai penonton, saya merasa disuguhi kondisi perbedaan keyakinan di Indonesia dengan apik dan harmonis. Film yang disutradarai oleh 5 orang ini, berangkat dari 5 kisah yang didasarkan pada 5 sila dalam Pancasila. Film ini merupakan salah satu upaya untuk sosialisasi demi menguatkan nilai Pancasila di luar metode biasa.
Film yang berdurasi 110 menit ini bercerita tentang keluarga Ibu Maryam yang meninggal dunia, setelah sakit. Menarik bahwa dalam film ini diceritakan bahwa anak anak ibu Maryam ternyata mempunyai agama yang berbeda yang rupanya jika saya pahami didasarkan bahwa suami ibu Maryam ternyata berbeda agama.
Pemakaman ibu Maryam sempat menimbulkan perdebatan di antara anak anak ibu Maryam. Bicara tentang proses pemakaman menjadi pembicaraan perihal hubungan manusia dengan Tuhan.
KeTuhanan digambarkan sebagai hubungan privat. Dalam keluarga sekalipun, sehingga ada rasa hormat pada kepercayaan satu sama lain. Fara, Aryo, dan Adi sekalipun berbeda kepercayaan hidup rukun. Keluarga ini juga memanusiakan asisten rumah tangganya yaitu bi Ijah.
Bicara Persatuan Indonesia dalam bagaimana tidak membedakan ras dan suku di negara ini.
Musyawarah ditampilkan dalam penyelesaian konflik di keluarga. Bila dilihat pada trailer, konflik muncul saat ada masalah warisan.
Keadilan sosial dijalinkan dalam film ini melalui Adi si Bungsu yang melihat persekusi di depan mata, serta peristiwa yang menimpa anak Bi Ijah.
Menariknya film ini, di mata saya adalah bahwa Pancasila ini dikaitkan dengan keluarga. Benar, Pendidikan Pancasila memang bukan semata tugas pemerintah atau sekolah. Pendidikan Pancasila berawal dari keluarga, diperkuat di sekolah yang dibangun oleh kurikulum kebangsaan.
Awalnya, saya bingung dengan keputusan LSF meletakkan rating usia 17 ke atas untuk film ini, namun karena ketelitian seorang teman saya bisa memperkirakan mengapa film ini sampai mendapat rating usia 17 +.
Jadi, dalam film ini ada beberapa adegan membeli rokok dan merokok. Hal yang mengganggu untuk film yang berencana membangun nilai moral yang baik.
Satu hal lain yang kurang adalah adegan kekerasan pada keroyokan massal. Well, kebetulan saya penakut. 😁
Secara pribadi saya setuju film ini ditonton anak anak untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila, dengan catatan didampingi orang tua. Masih layak tonton kok untuk anak anak. Hanya saja perlu mempertimbangkan kedua hal di atas.
Film yang mengajak berpikir dan menghibur. Memotret kehidupan dalam bentuk fiksi.
Mumpung masih weekend, nonton saja. Ngga rugi kok.
Salam Edukasi Cinta Pancasila
Maria Margaretha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H