Dear pembaca tersayang,...
Ini adalah obrolan saya dengan seorang teman, dalam ranah bincang santai dan canda gembira. Jelaslah gembira, karena dua sahabat akan jalan-jalan dan saya bakal dapat oleh-oleh sementara saya-nya bagi raport di sekolah. Hehehehe.
Jadi begini, kemarin saya jalan jalan sama Pak Lik Thamrin Sonata, biasalah ponakan diajak ketemu gurune penulis Pak Much Khoiri yang kebetulan lagi ada di Jakarta, trus makan Nasi Goreng di jalan Sabang.
Asyiknya ngobrol bertiga itu adalah, jelas kan ada orang ketiganya yaitu saya. Murid lagi belajar nulis dari para pakar. Enaknya pelajarannya semi privat, jadi nangkepnya rada lancar dikit. (banyakan enggak terutama kalau laper hehehehehe)
Dalam perbincangan santai ini Paklik menceritakan bahwa penulis seperti dirinya itu sedikit banyak ada serba salahnya. Kalau menang lomba diomelin ponakan, "wes nulis jaman aku durung lahir melu lomba, yo terang wae njenengan menangan..." (sudah nulis jaman saya belum lahir jelaslah anda yang menang) Tetapi, disisi lain kalau ngga menang itu "jare we nulis ket mbiyen kok ora iso menang" (katanya sudah nulis dari dulu kok ngga menang?) Nah lu???
HLpun begitu,... ponakan ceriwis segera komplain" wah ya terang HL wong memang penulis."
Pusing ngga? Padahal ponakan ini sebenarnya ya tahu kalau sebetulnya HL dan menang lomba itu urusannya bukan karena bagus tulisannya. Urusannya itu selera pembaca.
Kalau kebetulan teman-teman di sini membaca komen saya di beberapa artikel, tak jarang saya menulis, ah... kok tulisan bagus gini pembacanya sedikit ya? (lha itu selera saya. Belum tentu teman-teman taste-nya sama kan dengan saya???)
[caption id="attachment_310044" align="aligncenter" width="579" caption="2 penulis berbagi kisah pada 1 murid, Maria Margaretha"][/caption]
Guru menulis satunya, Bapak Much Khoiri, dosen Unesa, bercerita, bahwa kadang harus legowo nerimo, ketika tulisan yang disertakan dalam lomba dikalahkan oleh panitia. Lho? kok bisa? Ya bisa toh. Juri dan Panitia kan punya kuasa. Betul? Betul. Beliau punya pengalaman pribadi dalam hal ini.
Berkait soal kualitas tulisan, memang ukuran bukan hanya selera sih. Ada ukuran lain, yakni kebermanfaatan. Pernah ngomel panjang pendek, karena tulisan yang saya posting amburadul sebelum berangkat sekolah, pulang-pulang dapat logo HL. Halamak bener,... menurut saya, tulisan itu ngga pantes banget HL. Ngga nyambung, antara paragraf. bahkan kalimat, walaupun kayaknya menurut saya sejaka-jaka sembungnya si Maria Margaretha ini kok ya untungggggggg masih ngerti isine apa. Jadi, dianggap bermanfaat rupanya sama admin-e dikasih HL. (Ya sutralah... makasih aja ya mimin yang cantik dan unyu-unyu.... )