Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nangkring Bareng Pertamina

30 Agustus 2014   06:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:07 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara nangkring bareng selalu menarik untuk diikuti, karena banyak alasan, salah satunya yang penting sekali adalah pengetahuan, dan banyaknya kemungkinan mendapatkan inspirasi yang berarti. Memang tak sedikit juga kesempatan bersua kawan-kawan penulis blog yang sudah malang melintang bertahun-tahun di dunia kepenulisan, seperti berjumpa Pak Sandy Gapey atau Pak Ang Tek Khun, yang bertahun-tahun sebelum saya belajar menulis, sudah duluan menulis.

Sore, jam 4, Tanggal 29 Agustus 2014, setelah meninggalkan sekolah, tak henti-hentinya dalam komunikasi dengan dua kompasianer wanita Indah Noing dan Afriska Ambarita, saya menempuh perjalanan menggunakan bus Trans Jakarta menuju Penang Bistro. Di Penang Bistro, ada acara Nangkring bareng yang kesekian kalinya saya ikuti. Acaranya bareng Pertamina dan Farah Quinn.

Menurut undangan daftar online, acara ini diagendakan untuk, menjelaskan perihal kenaikan harga elpiji non subsidi. Seperti tertera di bawah ini.

"Sebagai perusahaan milik negara yang berorientasi pada bisnis, Pertamina dituntut oleh Pemerintah Indonesia selaku shareholder untuk dapat menunjukkan kinerja terbaiknya, antara lain dengan memberikan keuntungan dari semua sektor bisnis yang dikelola.

Tapi pada prakteknya, tidak semua produk yang dijual Pertamina serta-merta mendatangkan keuntungan, seperti penjualan Elpiji yang dari tahun ke tahun merugi karena harga jualnya masih di bawah harga pokok yang semestinya.

Penjualan Elpiji kemasan tabung 12 kilogram terus mengalami kerugian dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 1,1 triliun, dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya sebesar Rp 2,1 triliun (2010), Rp 3,4 triliun (2011) dan Rp 4,7 triliun (2012).

Hingga Juni 2014, kerugian yang diderita di bisnis Elpiji non-subsidi ini tercatat Rp 2,85 triliun. Kalau harga tidak dinaikkan, kerugian perusahaan bisa mencapai Rp 6,1 triliun pada akhir tahun nanti.

Sebagai produk yang diproduksi untuk mendapatkan profit, Pertamina, seperti ditegaskan oleh Vice President Corporate Communication Ali Mundakir, dapat menaikkan harga tanpa harus meminta izin ataupun persetujuan dari pemerintah. Tapi selama ini, kenaikan Elpiji dilakukan dengan tetap mempertimbangkan banyak hal.

Nah, untuk mengetahui lebih dalam seputar Elpiji non-subsidi dan bagaimana bisnis ini dijalankan oleh Pertamina, Kompasiana mengundang teman-teman Kompasianer untuk hadir di acara Kompasiana Nangkring bersama Pertamina dengan tema “Membincang Elpiji Non-Subsidi”.

Di acara ini, Kompasiana akan menghadirkan narasumber paling kompeten di bidangnya, di antaranya VP Corporate Communication Pertamina dan salah seorang pejabat teknis Elpiji. Juga akan hadir chef Farah Quinn yang hidup dan kariernya tidak bisa lepas dari yang namanya gas Elpiji.

Ternyata hanya Farah Quinn yang benar-benar datang. Pejabat Pertamina , narasumber yang tadinya dijadwalkan hadir, bersama VP Pertamina, ternyata hanya seorang padahal salah satu Kompasianer, Thomson Cyrus, ingin bertanya langsung padanya,  terkendala adanya acara talkshow lain  di MNCTV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun