Mohon tunggu...
Adam Yanikusuma
Adam Yanikusuma Mohon Tunggu... -

seorang pekerja di manufaktur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia tuh Negara Beragama kan, Tapi kok...?

11 Februari 2012   10:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin malam, aku ber-chatting dengan seorang sahabat. Biasalah ... saling berbagi cerita. Pembicaraan mengalir begitu saja dan sampailah pada pembicaraan mengenai budaya. Dengan semangat aku berkata bahwa budaya Indonesia adalah budaya yang luar biasa dan harus kita jaga sebagai identitas bangsa. Tapi tak kusangka, sang sahabat nyentil dengan kalimat pertanyaan sederhana, budaya itu apa sih? Lagi-lagi dengan gaya sok tahu kujawab saja budaya adalah salah satunya keramahan orang Indonesia yang tidak ada tandingannya di dunia, dan bla, bla bla .... panjang dan lebar lah pokoknya.

Tapi sang sahabat kembali berkata, kalo memang yang namanya budaya adalah tarian, adat istiadat, dsb, aku setuju itu harus dipertahankan. Lha kalo pola pikir dan gaya hidup, termasuk budaya juga enggak?

Wah iya ya ... dan aku pun menjawab, bahwa itu (menurutku) juga termasuk budaya. Sang sahabat melanjutkan, ya kalo itu juga budaya, ya gak perlu dipertahankan dan dilestarikan. Malah harus diganti! Aku melanjutkan, lha kok bisa? Ya iyalah, lha wong saya kalo pas di Jepang masuk ke kombini (7 Eleven, Family Mart, Lawson, dsb) numpang ke toilet aja, gak beli barang yang dijual, sudah dapat ucapan selamat datang dan terimakasih sudah mau mampir ke toko kami. Sementara kalo di negeri sendiri, misalkan masuk toko dengan baju lusuh, pandangan orang sudah seperti menghakimi bahwa yang pake baju lusuh itu punya niat nyuri. Sang sahabat pun melanjutkan, katanya kebersihan adalah sebagian dari iman. Ah yang bener? Buktinya, kalo habis ada hajatan besar, paling ekstrem deh ada gawe akbar tentang agama (apapun itu), waduh, begitu orangnya pulang, yang tersisa adalah tumpukan sampah. Lha katanya sebagian dari iman, padahal orang yang datang di kegiatan keagamaan khan salah satu tujuannya mempertebal iman?

Wah iya juga ya, aku sempat tertegun juga mendengar pernyataan sang sahabat. Karena jujur saja, aku tidak jarang menerima perlakuan yang sama meski dalam konteks yang lain. Misalnya kalo kita ke kombini di Indonesia (sorry gak nyebut merek, ntar kena kasus pencemaran nama baik lagi), kalo kita bayar dan gak ada kembaliannya, biasanya dikasih permen. Lho emangnya saya beli permen? Enggak tuh ... Dan lebih hebatnya lagi kalo di supermarket gedhe, harga yang tercantum gak masuk akal, misalkan Rp. 990,00. Emang kita masih punya kembalian dengan pecahan Rp. 10,00? Alhasil, kalo kita bayar cash, maka harganya akan di-upgrade jadi Rp. 1.000,00. Lhooo khan aneh?

Belum lagi kalo pas naik mobil misalkan di jalan tol atau dijalan umum, gak sedikit juga orang dengan mobil yang jauh lebih bagus, buka kaca spion, trus ... syuuut, buang sampah ke jalanan. Atau sekedar buang puntung rokok yang masih menyala. Pikiran saya sih, orang dengan mobil yang punya mobil, kemungkinan besar, punya pendidikan bagus, punya keuangan yang cukup, dan pastinya punya keluarga dimana dia dibesarkan atau tinggal. Tapi ternyata buang sampah di tempat sampah aja belum paham.

Dan salah satu hal yang sederhana tapi masih sulit dilakukan di Indonesia adalah ngantri. Padahal sebetulnya gampang to, yang datang lebih cepat, posisinya didepan, yang datang telat, posisinya dibelakang, urut kacang. Lhoo, sebetulnya khan gampang, jadi gak perlu umpel-umpelan, srobat srobot. Kalo urut khan sebenarnya enak, bikin lancar. Analoginya bodho-bodhoan deh, kalo ada selang, diisi air, biar airnya buanyak juga seandainya air itu ngurut, khan ya pasti keluar. Tapi kalo airnya umpel-umpelan, ya gak bakalan lancar, malah macet. Ngantri itu enak kok, bikin orang lain dan diri kita jadi nyaman. Sama-sama diuntungkan dan gak ada yang rugi. (ya jangan bilang, yang rugi yang dibelakang dong! Ya kalo gak mau rugi, dateng agak cepetan dikit, biar dapet bagian)

Wah aku jadi ikut mikir, iya ya ... apakah bangsaku, Indonesiaku ini bangsa yang ramah tamah dan punya budaya yang luar biasa? Indonesia khan negara beragama dan agama apapun itu pasti mengajarkan nilai-nilai kebaikan, tapi kok kita nih, disuruh ngantri, gak curang, buang sampah pada tempatnya, mengucapkan salam, menghormati kewajiban dan hak orang lain aja, kok masih susah ya. Sementara di Jepang (kasus ini ya), yang notabene bukan negara beragama, kok punya nilai-nilai hidup yang lebih agamis ya?

Hmmm, rupanya kami masih punya PR besar, minimal untuk keluarga kami, bahwa menunjukkan bahwa nilai-nilai ke Indonesiaan yang sesungguhnya butuh perjuangan, teladan, dan tindakan. Ayo rekan-rekan semua yang membaca ini, ayo sama-sama kita bangun Indonesia dari keluarga kita, mari kita buat Indonesia memang benar-benar bangsa yang layak untuk ditiru oleh semua bangsa yang lain. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai sekarang. Semoga generasi kita selanjutnya benar-benar jauh lebih baik dari generasi kita. Ayo kita jadi Indonesia yang sesungguhnya!

Thanks untuk sang sahabat yang sudah memberikan pencerahan ...

Sorry, kata-katanya sudah saya edit dengan penafsiran dari kepala saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun