Mohon tunggu...
Karina Nembo
Karina Nembo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Kreatif di Kompasiana

Hobi: suka berkeliaran di halaman kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana menjadi pembaca yang baik?

16 Januari 2025   09:45 Diperbarui: 16 Januari 2025   09:45 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baca Buku (Sumber: pinterest.com)

Membaca bagi masyarakat Jepang adalah budaya. Buku-buku best seller di luar negeri misalnya di USA, Eropa dalam beberapa hari sudah ada terjemahannya dalam bahasa Jepang. Kalau ada kesempatan jalan-jalan ke Jepang jangan heran ketika Anda naik angkutan-angkutan umum. Anda akan mendapati semua orang pada membaca. Toko-toko buku dan perpustakaan tak pernah sepi. Buku-buku yang Anda perlukan dan tidak ditemukan di perpustakaan, petugas akan mencatat buku itu dan pesan. Beberapa hari kemudian Anda akan dikontak bahwa bukunya sudah ada dan Anda boleh meminjam. 

Tentang bagaimana menjadi pembaca yang baik, beberapa tokoh seperti Nanzan Jashibu dan Danshibu Kepala Sekolah SMP-SMA di Nagoya-Jepang mengatakan bahwa, "Membaca itu penting, tetapi lebih penting adalah membaca literatur dalam bahasa ibumu".

Tentu sebagai orang awam bertanya-tanya, maksudnya bagaimana? Beliau mengatakan, "Anda akan tahu lebih mendalam." Saya akhirnya sadar mengapa Jepang selalu menerjemahkan buku-buku asing berkualitas ke dalam bahasa Jepang. Jepang hanya mau membantu masyarakatnya untuk memahami segala sesuatu dalam bahasa ibunya. Lewat bahasa ibu, orang memandang dunia luar dengan segala persoalan yang menggeliat di dalamnya. Lewat bahasa ibu, orang menyelami dalamnya kehidupan di benua lain. Lewat bahasa ibu, orang menjelaskan kepada dunia lain tentang siapa dirinya. 

Bagaimana kita di tanah air Indonesia?

Kita masih malu memakai bahasa ibu. Pejabat-pejabat publik yang seharusnya menjadi panglima dalam memakai bahasa Indonesia, justru bangga kalau ada sisipan bahasa asing dalam pidato. Mereka berteriak agar generasi muda menggunakan bahasa ibu secara benar dalam bahasa asing. Para perantau ketika kembali ke kampung halaman mengaku tak mampu lagi menggunakan bahasa daerah. Orang merantau sebetulnya kesempatan meneropong kampung halaman lewat kekuatan-kekuatan yang ada di tanah orang. Karena itu, melupakan bahasa daerah adalah perantau yang tidak memiliki visi untuk kampung halaman. Dia merantau hanya untuk meraih sesuatu yang tak pantas dibawa pulang ke kampung halaman. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun