Mohon tunggu...
Karina Nembo
Karina Nembo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Kreatif di Kompasiana

Menulis karena hobi untuk keabadian.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sebuah Utopia, Keadilan Sosial Dapatkah Terwujud?

11 Januari 2025   18:44 Diperbarui: 11 Januari 2025   18:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengambil istilah Paulo Frieri, bangsa kita menjadi lahan empuk bagi para pelaku yang tak dapat dielakkan. Dipandang fana, tetapi di sisi lain, sublimasi serangan budaya mengerdilkan budaya asali yang kian menciutkan mentalita serta peradaban ketimuran yang termasyur.

Terlepas dari akibat serangan budaya, perubahan budaya secara kasat mata, berdampak pada kreativitas dan kejiwaan tiap individu. Polarisasi budaya baru bagi sekelompok tertentu budaya asali, meskipun mengesampingkan tafsiran mendalam, dan akses yang menyelimutinya. Akibat yang disandang/derita kelompok tersisihkan dari korban polarisasi serangan budaya adalah meningkatnya kesengsaraan dan kesenjangan sosial. Hal ini yang sering dijadikan issue sentral, bahwa lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dijadikan "black lamb" merosotnya kehidupan bangsa. Kelompok tersisih dijadikan obyek penderita dan rusaknya agenda.

Padahal yang terjadi adalah skenario pelaku serangan budaya yang mencoba mengedepankan kontra dialogis dan menyuburkan perbedaan strata. Rekayasa jitu, yang lolos dari jerat hukum menjadikan hidup dinamis dan serba mewah sebagai endingnya. Sebagai dalih kemerosotan tatanan bangsa adalah pelaku kelas teri dijadikan umpan di meja hijau dan yang lebih tragis menelantarkan kaum pinggiran demi pencapaian obsesi dan hasil kerjanya.

Babakan baru masyarakat kita dengan peralihan pemerintahan, membawa angin baru. Komitmen pemerintah yang ingin mengentaskan krisis multi dimensional, sangat menjadi impian dan harapan, serta kenyataan khususnya bagi kaum pinggiran. Persoalannya adalah mau dan sanggupkah masyarakat kita memberi andil dan mengambil sikap untuk suatu harapan yang diidamkannya. Yaitu adanya perubahan mental, disiplin, dan tata hidup yang sembrono. Sejauhmana sikap pelaku kunci perubahan, mau dan berani membawa krisis multidimensi sebagai masalah nyata yang musti cepat digarap helai demi helai dengan tuntas.

Hal yang harus dibenahi adalah muatan kontra dialogis akibat serangan budaya yang berdampak dan berakibat lunturnya moralitasa, mengedepankan sikap aji mumpung dan mencoba merusak tatanan budaya perlu opsi yang real. Demikian juga kaum berpengaruh dalam masyarakat, baik ditataran pemerintah, budayawan, bahkan kaum agamawan yang mencoba ingin memanfaatkan situasi demi popularitasnya harus disikapi dengan arif dan tepat arah. Pertanyaannya adalah Apakah mereka itu masih terketuk nuraninya dan berani mengedepankan nilai keadilan sosial, preferential option for the poor, nilai moral sebagai pondasi untuk dijadikan agenda mewujudkan situasi damai sejahtera yang menjadi impian kaum pinggiran? Ataukah sekedar Utopia belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun