Salah satu kesempatan yang diberikan oleh reformasi bagi kehidupan berdemokrasi rakyat Indonesia adalah dapat memilih pemimpin negara secara langsung.Â
Hadirnya mekanisme pemilihan presiden secara langsung diharapkan dapat mendorong demokrasi di Indonesia menuju fitrahnya yaitu kekuasaan di tangan rakyat.Â
Hanya saja, 15 tahun setelah pemilihan presiden langsung tidak serta merta mendorong demokrasi di Indonesia kembali ke fitrahnya yaitu mendelegasikan kekuasaan kepada rakyat.Â
Masa-masa orde baru yang dicirikan dengan sistem politik yang totalitarian anti demokrasi justru mendelegasikan kekuasaan kepada oligarki politik. Hal ini bisa dilihat dari corak perpolitikan pasca pemilihan langsung dimana presiden harus mengamankan persetujuan mayoritas parlemen untuk mengamankan kebijakannya, yang tidak jauh dari politik kompromistis. Â
Selain menghadapi fenomena politik kompromistis, pemilihan presiden langsung juga dikotori oleh penggunaan cara-cara non-demokratis sebagai daya upaya untuk berkompetiisi.Â
Penyalahgunaan wewenang, penggunaan isu -isu SARA, hingga penyebaran berita hoax. Pemilihan presiden secara langsung ternyata belum mampu mewujudkan pemerintahan yang meritokratik.Â
Patut mendapat perhatian bahwa ongkos untuk menyelenggarakan pemilihan presiden tidaklah murah, sekitar 25 Triliun rupiah. Dengan ongkos yang tidak murah, keleluasaan presiden dalam memerintah juga masih harus dibatasi oleh negosiasi dengan kekuatan politik di balik layar.Â
Oleh karena itu patut disimak secara seksama bahwa ada ide bahwa pemilihan presiden akan dikembalikan kepada MPR.Â
Desas-desus munculnya wacana ini berbarengan dengan keinginan beberapa partai politik untuk melakukan amandemen kepada Undang-undang Dasar terkait Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Â
Ada pendapat bahwa pengaktifan kembali GBHN akan mengembalikan posisi presiden sebagai mandataris MPR, artinya presiden akan kembali dipilih oleh MPR.Â
Banyak yang mengkhawatirkan bahwa pengembalian mandat politik oleh rakyat menjadi oleh MPR akan menggerus demokrasi yang telah diraih dengan susah payah pada era reformasi.Â