Perjalanan Meksiko berakhir, mereka gagal mencapai misi mereka merengkuh quinto partido atau pertandingan kelima mereka di piala dunia. Takluk 0-2 dari Brasil, Meksiko gagal memanfaatkan periode emas terakhir mereka untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Memulai pertandingan dengan memanfaatkan kegagapan Brasil dalam memegang kendali permainan. Mereka berhasil menebar ancaman terhadap pertahanan Brasil setidaknya hingga menit ke 21 hingga aksi Neymar dan Firmino di babak kedua memastikan kemenangan Brasil.Â
Kalah kualitas dituding menjadi biang keladi kekalahan keenam mereka di fase knockout, Â meski begitu hampir tidak ada yang menolak mengatakan bahwa mereka memulai turnamen dengan sangat baik. Mampu mengalahkan Jerman yang bermaterikan mayoritas skuat pemenang piala dunia sebelumnya, Meksiko menunjukkan mereka merupakan tim yang terorganisir dengan baik.Â
Gol serangan balik yang merupakan kreasi bersama Carlos Vela dnan Hirving Lozano tersebut dapat dikatakan sebagai pengejewantahan counter taktik terhadap pola permainan Jerman yang agresif menyerang dari kanan. Pun ketika mereka berhasil menutup perlawan Korea Selatan dengan serangan balik super cepat yang dituntaskan oleh Chicarito.Â
 Melihat bagaimana Meksiko bermain begitu reaktif dan penuh detail terhadap taktik, tidak bisa tidak kredit harus dialamatkan kepada pelatih El Tri, Juan Carlos Osorio yang mengusung gaya kepelatihan yang metodik. . Lulus dengan gelar Bachelor pada jurusan Exercise Science dari universitas Souther Connecticut dan Diploma dari jurusan Science of Football dari Universitas John Moores Liverpool membuatnya begitu terobsesi menerapkan ilmu pengetahuan dalam menangani sebuah tim.Â
Mengenyam pendidikan di Liverpool, Osorio tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengamati secara langsung latihan rutin dua klub bertetangga Liverpool dan Everton . Sempat mengambil pekerjaan sebagai asisten pelatih di MLS Amerika, Osorio masih memiliki ketertarikan dalam dengan sepakbola Inggris.Â
Selang empat tahun kemudian ia berhasil memukau dewan direksi Manchester City pada tahun 2001 pada saat saat awal karier kepelatihannya dengan lisensi UEFA A. Berbekal pengetahuan tentang sistem otot manusia berhasil meyakinkan dewan direksi untuk memilihnya sebagai pelatih fisio, pada waktu itu ia mengemukakan bagaimana cedera pada bagian ligamen otot yang rawan dapat mengakhiri karier pemain dengan sekejap.Â
Namun tak disangka menjadi bagian dari tim kepelatihan Mancheser City memberinya kesempatan bertemu dengan pelatih legendaris Sir Alex Ferguson, yang mengajarkannya seni merotasi pemain dan meramu satu skuat menjadi kekuatan yang ampuh.Â
Pengalaman luar biasanya di Inggris membuatnya terkenal dengan reputasi seorang Tinkerman yang gemar membongkar pasang susunan pemain. Masa masa awalnya menjadi pelatih utama di Kolombia dan MLS merupakan masa-masa ia mulai merasakan beratnya menerapkan rotasi di setiap pertandingan.Â
Sempat membawa hasil yang stabil bagi Chicago Fire, Osorio menutup karier MLS-nya dengan bencana di New York Red Bulls Melupakan prestasi buruk di Amerika Serikat, Osorio mendapat masa keemasan ketika berhasil mengantar Tim Atletico Nacional melaju ke final Copa Sudamericana dan Copa Libertadores, hasil luar biasa bagi tim yang tidak dianggap di percaturan persepakbolaan Amerika Selatan. Setelah dinilai cukup baik di Sao Paulo, Osorio resmi ditarik tim nasional Meksiko pada tahun 2015 dan berhasil menyulap Meksiko menjadi tim yang sangat disegani di Amerika Utara.
Dicap sebagai pelatih dengan pendekatan yang tidak lazim, Osorio boleh jadi salah satu pelatih paling revolusioner saat ini walaupun belum segegap gempita nama-nama seperti Jose Mourinho, Pep Guardiola atau bahkan Sir Alex yang dikaguminya. Gemar mencatat detail, menganalisa taktik secara presisi, serta menerapkan treatment yang tidak konvensional seperti penambahan jam tidur dan penggunaan kursi pijat sebagai tambahan menu latihan, Osorio memang sangat mengutamakan persiapan.Â
Namun tidak ada yang membentuk reputasinya selain adaptasinya yang kuat terhadap taktik permainan lawan. Pernah dikritik habis oleh media dan publik Meksiko lantaran strategi adaptifnya saat melawan Selandia Baru di Confed Cup dinilai membosankan, pun ia tak bergeming sembari mengatakan selalu ada maksud dibalik rotasi strategi. Konsistensinya terhadap pendekatan adaptif juga diterapkannya ketika kalah melawan Swedia 0-3 di fase grup, kala itu ia memainkan 3 formasi yang berbeda sepanjang 90 menit pertandingan.Â