Donald Trump selangkah lagi menciptakan lompatan sejarah bagi perpolitikan luar negeri Amerika Serikat dengan mengadakan pertemuan pertama secara langsung dengan Pemimpiin Korea Utara, Kim Jong Un. Dalam sejarah, hubungan kedua negara selalu diwarnai dengan ancaman invasi dan serangan rudal nuklir yang menjadi episode lanjutan dari perseteruan pasca perang Korea 70 tahun yang lalu. Â Adanya pertemuan ini dianggap sebagai langkah besar mengakhiri rangkaian perang urat syaraf antara pemimpin Amerika Serikat dan Korea Utara, setidaknya mengurangi kekhawatiran akan perang nuklir di masa depan.Â
Trump sendiri tidak mengelola hubungan dengan Korea Utara tanpa cela dimana pernyataannya sempat memperburuk hubungan keduanya. Keputusan Donald Trump yang mengadakan latihan perang gabungan dengan Korea Selatan sesaat setelah uji coba nuklir Korea Utara direspons dengan reaktif. Kim Jong Un sempat mengancam akan menyerang Hawaii dengan rudal balistik jarak menengah yang sempat mengakibatkan kepanikan massal di wilayah Amerika Serikat tersebut. Namun harapan adanya perbaikan hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara muncul ketika Moon Jae In menang dalam pemilihan umum di Korea Selatan.Â
Faktor Moon Jae In
Sebagai presiden beraliran liberal, Moon Jae In memang lebih mengutamakan hubungan harmonis dengan Korea Utara dengan inisiatif bantuan-bantuan ekonomi. Dalam sejarah, Korea Selatan memang berusaha lebih banyak melakukan pendekatan diplomasi dengan Korea Utara namun belum pernah ada yang seprogresif kebijakan Moon Jae In yang sangat mengupayakan pertemuan langsung.Â
Puncak dari menghangatnya hubungan Korea Utara dan selatan tercermin dari kehadiran Kim Jong Un serta antusiasme warga Pyongyang ketika menyaksikan konser kebudayaan yang diisi oleh para seniman populer dari Korea Selatan. Kehadiran Kim di konser tersebut mengawali pertemuan antara Kim dan Moon di zona demiliteriasi Panmujom yang diakhiri dengan penanaman pohon perdamaian bersama.
Berkat pertemuan inilah Kim Jong Un melemparkan inisiatif untuk bertemu dengan Trump, sesuatu yang belum pernah dilakukan pemerintahan Amerika Serikat sebelumnya. Bertolak belakang dengan perang urat syaraf yang mewarnai hubungan antara Trump dan Kim sebelumnya,
Trump justru mengiyakan ajakan yang disponsori oleh pihak Korea Selatan.Â
Sebagai langkah awal ia mengutus Mike Pompeo direktur CIA kala itu untuk bertemu dengan Kim. Sempat dikhawatirkan akan batal menyusul pembatalan sepihak oleh Trump, perkembangan pertemuan ini berlanjut ketika Trump menerima orang nomor dua Korea Utara Kim Yong Chol di ruang oval membahas surat dari Kim Jong Un.Â
Menjelang Pertemuan Kim dan Trump dan Dampaknya bagi Dunia
Bagi masyarakat internasional tentu pertemuan Trump dan Kim menyingkap pertaruhan bagi keamanan global. Tentu saja nasib denuklirisasi semenanjung Korea akan ditentukan disini mengingat karakter Trump yang cenderung eksplosif dan egoistik. Keinginan kuatnya untuk meminta pemberhentian total program nuklir bukan tidak mungkin tidak akan dipenuhi oleh Kim mengingat manuver militer di semenanjung yang masih kuat.Â
Terlebih lagi nuklir memang sangat dibutuhkan oleh Kim sebagai daya tawar negaranya terhadap kemungkinan sanksi lanjutan bahkan setelah pertemuan ini. Meski sulit, patut diketahui Kim memang telah menghentikan operasi situs penguji rudalnya di Punggye namun kemungkinan terbesarnya adalah pertukaran pengurangan program nuklir dengan bantuan ekonomi yang masif. Meskipun begitu Trump yakin hasil pertemuan akan berakhir baik meski ia bukanlah negosiator yang terkenal berkepala dingin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H