Mohon tunggu...
Nunut Sihombing
Nunut Sihombing Mohon Tunggu... -

I'm Just Another Man Who Searching for a Better Way

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meruntuhkan Senioritas yang 'Tanpa / Dengan' Kapabilitas

1 Juni 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya teringat akan sebuah perlakuan yang tidak mengenakkan. Saat itu, saya di minta untuk mengajarkan Paduan Suara di sebuah Sekolah Menengah Atas, menggantikan Guru pengajarnya (guru mata pelajaran Seni Budaya di sekolah itu yang konon ‘katanya’ adalah seorang conductor sejuta reputasi yang disegani di kota ini) yang hendak keluar kota. Paduan Suara sekolah ini akan mengisi acara Wisuda sebuah Universitas dalam 7 hari kedepan.

Sebelum saya mengambil alih latihan, saya terlebih dahulu meminta Guru yang bersangkutan untuk ‘menunjukkan’ pada saya, bagaimana metode pengajaran yang beliau terapkan pada siswa sebagai adaptasi instant juga bagi saya (agar saya juga tahu kondisi dan sejauh mana kemampuan anggota Paduan Suara). Tibalah saatnya untuk melatih lagu pertama yang berjudul “Hymne Universitas Tralalatrilili”, tanpa pemanasan. Dan lebih ‘menakjubkan’ lagi, tanpa mengambil nada dasar lagu terlebih dahulu!! (Kebayang nggak sih, telinga si Ibu lebih tajam dari garpu tala buat nge-detect nada. Hahaha).

Alangkah terkejutnya saya ketika lagu itu dinyanyikan ‘ala’ lagu “Maju tak Gentar” yang notabene adalah sejenis lagu Mars, sementara lagu yang sedang di  latih adalah  “Hymne Universitas Tralalatrilili”. Hymne!! (Piye toh Buuuuu. Hahaha).  Sambil mengetuk-ketukkan penghapus papan tulis ke meja (untuk mengatur tempo) sekeras-kerasnya, si Ibu pun terus bernyanyi dgn ‘hanya’ terfokus pada kelompok soprano tanpa peduli kelompok alto, tenor, bass sedang apa. Ada yang mengutak-atik Handphone, ada yang bercerita ngalor ngidul, ada yang tidur, ada pula yang menghayal sambil meremas-remas partitur lagu di tangannya.

Tidak terima dengan gaya mengajar ini, saya pun refleks ‘menginterupsi’ latihan untuk sekedar menjelaskan sedikit tentang perbedaan antara lagu Mars dengan Hymne (Cieee, udah kayak sidang paripurna aja nih, pake interupsi-interupsian. Lagian, perbedaannya Bukan sedikit lagi deh kayaknya. Ya jelas kontraslah bedanya.. Hahaha). Sayapun memanggil dua orang Siswa sebagai ‘peraga’. Si A saya minta menyanyikan lagu “Indonesia Raya” (Mars) versi “Hymne Guru” (Hymne), smentara si B menyanyikan lagu “Gugur Bunga” (Hymne) versi “Halo-halo Bandung” (Mars). Semua yang ada di ruangan itu pun terbahak, saya pun terbahak, Hahahaha.. Tetapi “Tidak” bagi si Ibu. Merasa ‘malu’ (Sepertinya), Sang Conductor 'kenamaan' yang sangat di segani itupun berontak, hingga keluarlah kata-kata yang rancu dan buntu untuk ukuran seoang guru: “Itu yang anda tahu, ini yang saya tahu. Mungkin beda yang anda pelajari dengan yang saya pelajari!!”. Sambil menyeletuk lirih, dia juga bilang; "Na godang na binotom!!". Hahahaha.. (Lha, piye toh Mbok. Belajar dimaaana emangnyee? Engkong aye nyang cuma beguru nyanyi di tahlilan ato kelompok doa aje tau nyang begituaaan. Hahaha).

Tak ingin situasi menegang (Di hadapan 90-an Siswa), saya pun membalasnya dengan tersenyum keki (Walaupun dalam hati saya geram dan berkata: “Kapan nggak jumpa lah kita di luar ya. Awas kau. Grrrrrrrgghhh“.. Hahahaa).

Nah, yang jadi masalah, bagaimana kah saya akan menerukan pengajaran si Ibu dalam 7 hari kedepan dengan  ’doktrin’ yang telah di tanamkan begini? Tentunya sulit bagi saya. Yang jadi korban bukan si Ibu, bukan juga saya. Yang jadi korbannya tentunya Siswa.

Itulah sekelumit cerita tentang Senioritas yang tanpa dibarengi dengan Kapabilitas di sebuah sekolah ternama berstandard Internasional di kota kecilku. Di kotaku ini pulalah sangat terasa makna dari sebuah kalimat di salah satu iklan sebuah produk rokok di televisi: “Yang Muda, yang nggak di percaya”. Senioritas tanpa batas tentunya tidak akan berbuah manis.

Ini mungkin dapat menjadi sebuah pembelajaran buat Orang Muda yang memiliki Kapabilitas (Bukannya saya mengklaim diri sendiri sebagai seorang dengan Kapabilitas tinggi ya. Hehehe), agar tidak takut untuk ‘bersuara’, mengungkapkan hal-hal yang real dan benar. Mari menemukan perbedaan antara rasa takut dan rasa segan dengan tetap menjaga rasa hormat dan norma-norma kesopanan, tata krama. Segan bukan berarti takut!! Rasa takut adalah sebuah ‘kebodohan’ yang akan semakin menjerumuskan.

Kalau tidak dimulai dari kita yang Muda, siapa lagi? Jangan biarkan budaya negatif ini berlarut-larut, karna yang jadi ‘korbannya’ bukan hanya diri kita, tetapi generasi kita selanjutnya.

Mungkin anda punya formula tersendiri untuk meruntuhkan Senioritas yang Tanpa Kapabilitas itu? Silahkan beri pendapat masing-masing, mudah-mudahan dapat saling membantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun