Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Hidup terus bergulir, kau bisa memilih diam atau mengikutinya, mengacuhkan atau mempelajarinya. Merelakan, atau meratapinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Sesuatu

19 April 2016   13:02 Diperbarui: 19 April 2016   13:35 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kerinduan | ilustrasi: webneel.com"][/caption]Kita ini apa, kita ini mau kemana?

Bukankah sudah kuhamparkan karpet hitam pekat menutupi bebintangan, supaya cahaya bulan menerangi jalan setapakmu ke dalam kamarku? Lalu mengapa kau bawa temanmu kesini? Mengapa kau ajak serta segala Muram yang pencemburu, dan Mimpi yang selalu menggoda?

Bukankah sudah sering kukatakan aku hanya ingin berdua denganmu? Lampu dimatikan dan mata terpejam, lalu menyalalah kita. Tapi aku hanya ingin berdua denganmu; Muram hanya membuat ujung penaku mengelabu; Mimpi hanya mengaburkan pijakan kakiku yang kehilangan lorong-lorong yang merindu kudatangi.

Aku ingin hanya engkau yang menemaniku, sudah lama kita tidak hanya berdua saja. Siang hari terlalu menakutkanmu, berada di kerumunan lalu lalang yang terus berputar memusingkan. Pagi sudah tak lagi seperti dulu, sekarang ia pesolek haus perhatian, yang menanggalkan kicauan embun dan desir tarian matahari.

Walaupun ada suatu waktu dimana tarian matahari berdesir di atas tubuhku yang bersandar dipeluk bumi dan mataku terbuka, dan hanya Takutlah yang menarik kakiku yang kala itu sudah melayang, memegangmu yang ingin mengajakku pergi dari kuburan tetopeng ini. Takut ingatkan aku akan topengku yang tertinggal.

Dan kau tau, atau pembelaanku yang ingin kau tau, bahwa betapa Takut benar, terbang tanpa mengenakan topeng adalah salah satu kesalahan terbesar. Angin akan begitu keras menerpa sehingga setiap lapisan wajahmu akan terkoyak, hingga yang terakhir tersisa hanya tengkorak. Apakah kau ingin semua orang melihat tengkorakku? Padahal aku sendiripun jijik.

Sebelum kulanjutkan, maaf, rasanya tak tepat kalau aku bertanya kita ini mau kemana. Aku baru teringat akan waktu itu kau sudah ingin mengajakku terbang, tapi rasa percayaku kepada Takut begitu dalam, sehingga ketika ia berkata tetaplah disini, atau setidaknya pakai dulu topengku, aku menurutinya. Dan ketika aku berbalik badan mencarimu, kau sudah menghilang.

Aku jadi ragu sekarang, ketika kuhamparkan karpet pekat hitam itu, apakah itu kau yang datang bersama Muram dan Mimpi? Aku bahkan tak ingat lagi, mereka berdua terlalu banyak meributkan aku yang sudah tak lagi peduli. Terus merengek seperti bayi yang pintar memanipulasi, sehingga aku tersibuk melayani rengekan-rengekan itu.

Jadi benarkah kau ada waktu itu? Benarkah kita ini masih ada? Atau kita ini hanya apa? Dan kau tak akan lagi mengajakku kemana-mana. Kemanapun itu. Atau Takut sudah mengusirmu pergi? Akan kumarahi dia kalau begitu, atau mungkin, akan balas kuusir dia dari sini. Karena semuanya berdiri sama rendah disini.

Tempat ini tak cukup tinggi.

Tapi kalau begitu.. kalau benar Takut yang mengusirmu pergi, lalu ganti aku yang mengusir Takut pergi, akankah Muram dan Mimpi ganti mengusirku pergi? Dan.. kalau mereka sudah jemu menonton tarian kebosanan, mungkin mereka akan mengusir diri mereka sendiri dari sini. Bagaimanapun, tempat ini tak cukup tinggi.

 

April, 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun