Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Hidup terus bergulir, kau bisa memilih diam atau mengikutinya, mengacuhkan atau mempelajarinya. Merelakan, atau meratapinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penembus Waktu

9 Mei 2016   16:10 Diperbarui: 10 Mei 2016   12:12 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: io9.gizmodo.com

Gemerisik dedaunan yang ditiup angin pagi ini menyebabkan beberapa tetes embun yang bertengger sejak malam tadi berjatuhan, kembali ke tanah untuk menjalani perputaran abadinya. Udara semalam yang dingin masih menyisakan kelembapan di pepohonan waru yang daunnya menguning sebagian, mempersiapkan diri menyambut musim gugur. Kilau cahaya mentari yang datang dari arah samping, berhasil menerobos kerimbunan pepohonan itu untuk kemudian tertangkap di ujung bulu mataku, menciptakan bola-bola cahaya kecil yang berwarna kuning.

Udara berbau tanah basah membuka ruang nostalgia akan bau dedaunan hijau yang dipatahkan, yang kini sedang tiada. Kuhirup dalam-dalam, menahannya lama di paru-paruku yang penuh, mencoba sedapat mungkin menahan rasa itu. Ingin rasanya berada dalam waktu ini selamanya, namun tujuanku datang bukanlah untuk ini. Aku datang untuk sebuah misi maha penting, bukan untuk sekedar diriku, melainkan juga untuk orang-orang pada jamanku. Tak kusangka sebetulnya, hanya dalam waktu yang sesingkat ini, segala sesuatunya sungguh berubah.

Impian orang untuk bermain dengan takdir kini tak lagi sekedar mimpi. Ujicoba yang kulakukan berkali-kali akhirnya menemui hasil. Aku berhasil kembali ke masa lalu. Mungkin aku orang pertama yang berhasil melakukannya. Mungkin, karena aku tidak dapat mengetahui bila orang lain melakukannya terlebih dahulu. Tapi bukan itu yang harusnya kupikirkan. Melainkan waktuku yang tak banyak. Serum penekan kepribadianku yang lain belumlah sempurna, dan aku tak tahu berapa lama ia akan berlangsung kali ini.

Aku sudah menyuntik diriku dengan dosis tinggi khusus untuk perjalanan waktuku ini. Ia harus tetap tersembunyi, karena aku kesini untuk menghilangkannya selamanya, dengan cara menghilangkannya sewaktu ia lemah. Aku yang baru berusia tujuh tahun. Berkali-kali usahaku untuk membunuh diri selalu berhasil digagalkannya, dan seiring itu pula, aku semakin sulit untuk berusaha muncul dan mengendalikan tubuh ini. Setiap kali aku melakukan sesuatu, entah itu menembak diriku sendiri atau meminum racun, kukira aku berhasil membunuh kami berdua. Tapi apa lacur, dia kemudian terbangun, sedangkan aku bersusah payah untuk muncul kembali, hanya untuk menyadari bahwa usahaku gagal lagi.

Jadi kumanfaatkan setiap waktuku selama aku berhasil muncul dan mengendalikan tubuhku. Kuciptakan serum yang dapat memperlama kendaliku atas tubuhku, dengan mematirasakan sensor-sensor tertentu di otakku. Lalu kuputuskan untuk mengakhiri hidupnya, dan juga hidupku, supaya ia berbuat tidak lebih dari apa yang sudah dilakukannya saat ini. Aku hanya bisa jadi penonton yang bergidik ngeri, menyaksikan perbuatan yang dilakukan olehnya selama ia memegang kendali atas tubuhku. Dan ia harus kuhentikan dengan cara apapun. Mesin waktu yang berhasil membawaku ke masa lalu akan membantuku menuntaskan ini semua.

Aku tahu aku sering bermain di hutan ini sewaktu kecil dulu. Sifatku yang penyendiri menyebabkan itu, dan hal itu sangat membantuku menuntaskan misiku ini. Aku dapat membunuhnya tanpa seorang pun akan tahu siapa pelakunya, karena seiring peluru dari senapanku ini bersarang di kepalanya, sidik jariku yang merupakan satu-satunya sidik jari yang mungkin menempel pada senapan ini pun akan musnah, sehingga mereka takkan dihebohkan dengan penemuan sidik jari versi dewasa atas diriku yang berumur tujuh tahun itu. Kesedihan orangtuaku harus kuabaikan. Karena aku yakin apabila mereka menyaksikan kekejaman diriku yang lain itu, mereka bahkan akan menyesal sudah melahirkan dan merawatku.

Tak lama ku menunggu di atas dahan di salah satu pohon itu, orang yang kutunggupun tiba. Dengan langkah kecilnya yang riang, mengajak setiap pohon menari bersama, wajahnya terlihat sangat bahagia. Entah setan mana yang tega mengubahnya menjadi mahluk kejam itu, terpikir olehku ketika menyaksikan ini semua. Sejenak terbersit rasa tidak tega di benakku karena menyaksikan kepolosan dan keriangan yang berpadu, namun kugelengkan kepala cepat untuk melepaskan rasa itu. Usahaku selama ini harus berujung pada keberhasilan misiku ini. Kalaupun harus turut musnah bersamanya, aku sudah siap untuk itu.

Kubidikkan senapan laras panjangku ke arah kepala anak kecil itu. Aku harus memutuskan ikatan diri supaya aku tega menembaknya. Kutunggu sampai langkah riangnya itu terhenti, agar bidikanku lebih tepat, sekali tembak untuk menyudahi nyawanya. Dan ketika saat itu tiba, aku menarik napas sekali, kutahan, dan kulepaskan tembakan itu. Tepat mengenai kepalanya, dan kemudian ia tersungkur bersimbah darah. Perasaan tak tega yang bercampur lega menghampiriku. Kemudian suatu rasa yang menggigit lalu menghangat merambat di dadaku, yang ketika kupegang terasa basah, dan warnanya merah. Tak sempat kumemikirkan lebih lanjut mengenai itu, karena aku tak merasakan apapun lagi.

---

Si naif itu mengira dia dapat menyembunyikan segala yang dilakukannya dariku. Hahaha, apa dia mengira aku sama naifnya dengan dirinya? Ingin ku mengatainya bodoh, tapi menemukan mesin waktu seperti ini bukanlah perkara mudah. Bahkan aku tak bisa membuatnya, sedangkan kami berdua menempati tubuh yang sama. Serum untuk menekanku itu juga bukanlah hal yang bisa dibuat oleh seseorang yang tidak tahu mengenai apa-apa. Tapi jelas bahwa dia naif ketika mengira hal itu akan menahanku begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun