Mohon tunggu...
Thomas Joni
Thomas Joni Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar/Pemerhati Kehidupan

Hobi Baca Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Infrastruktur dan Eksploitasi Lahan yang Membuat Dilema

22 Mei 2024   10:41 Diperbarui: 22 Mei 2024   10:49 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini beberapa media telah menyiarkan bahwa angka kecelakaan pada arus mudik pada tahun ini telah mengalami penurunan yang begitu signifikan. Kompas.com menyatakan bahwa angka kecelakaan menurun sebesar 88 persen dari tahun lalu, tahun ini kecelakaan hanya berjumlah 220 dan hanya 90 korban yang meninggal, jika dibandingkan pada tahun lalu yang berjumlah 1.119 angka kecelakan serta 990 jiwa yang meninggal. Wah, Pakde Jokowi boleh juga ya, apalagi dengan dilarangnya orang-orang dari kota untuk mudik. Beberapa pemudik juga menyatakan bahwa jarak tempuh yang mereka lalui juga sudah tidak lama seperti tahun-tahun lalu, bahkan dari yang berdurasi 14 jam, bisa ditempuh dengan 7 jam perjalanan saja dengan dibangunnya jalan-jalan tol di lintas daerah. emang top deh Pak Jokowi. Sebenarnya seberapa sukses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Jokowi, mungkin jika dilihat secara skala umum pembangunan Jokowi termasuk Presiden Indonesia yang cukup berhasil memeratakan pembangunan di Indonesia, hampir seluruh nusantara telah tersentuh pembangunan baik itu, jalan tol, jembatan, dan jalanan lintas daerah. Teman saya pernah berkelakar sambil mengatakan bahwa tahun ini rakyat Indonesia cukup naik kelas, biasanya dari tahun ke tahun selalu mengeluh kenaikan bahan pokok ketika idul fitri hampir tiba, tetapi tahun ini mereka beralih pada keluhan harga tiket pesawat yang melambung tinggi sehingga tidak dapat ditumpangi. Bagaimana dengan Kalimantan, yang konon katanya akan dipersiapkan menjadi Ibu Kota Indonesia, apakah sudah siap secara fasilitas? Apakah sudah layak untuk dibangun? Secar demografi mungkin bisa dikatakan siap, dengan lahan yang masih luas, daerah dengan resiko bencana alam terkecil di indonesia, palingan juga kabut asap. Jangan salah, kabut asap penyebabnya bukan dari penduduk yang masih menerapkan ladang berpindah tetapi akibat ekspansi dan perluasan lahan perkebunan sawit.  

Saya belum lama ini juga melakukan perjalanan ke daerah dalam rangka melakukan kegiatan penelitian. saya berkunjung di daerah Kecamatan Semitau Kapuas Hulu Kalimantan Barat, di sana saya melihat jalanan telah dibangun oleh pemerintah sehingga masyarakat bisa leluasa mengakses keberbagai tempat. ketika saya tanya perihal pembangunan tersebut, seorang Kepala Adat berkata "Pak, disini kami merasa sangat terbantu dengan adanya pembangunan jalan ini, kami bisa mengakses perkotaan dengan mudah, menjual hasil perkebunan juga lebih mudah, dan kami merasa bahwa daerah kami sudah tidak dikucilkan lagi dengan adanya jalanan ini" Karena penasaran dengan pernyataan para anggota DPR yang sering mengkritik Pak Jokowi, saya bertanya lagi " Pak, bukannya dengan dibangun jalanan seperti ini akan lebih banyak menguntungkan para pemilik perkebunan sawit, saya lihat perkebunan sawit disini banyak juga dan rata-rata perkebunan sawit disini milik pemodal asing atau tidak para elit di Jakarta sana pak". kemudian bapak tersebut menjawab " Pak, kami mengerti bahwa tanah kami dikeruk oleh para pemodal asing dan pemodal kaya, kami disini juga sudah banyak yang kehilangan hak atas kepemilikan tanah karena perkebunan terus berkembang, tapi kami bisa apa pak, dulu sebelum pemerintah membangun jalan, para pemilik perkebunan sawit inilah yang merintis jalan ke desa-desa kami pak, hal tersebut juga membantu kami, sehingga tanpa sadar kami terlena tanpa mengetahui bahwa sebagian tanah kami telah berubah menjadi perkebunan sawit, bahkan ada juga hutan-hutan adat nenek moyang kami yang telah tergusur karena adanya perluasan area".

Sedikit informasi bagi kalian yang tidak mengetahui kondisi di Kalimantan, sebagian tanah di Kalimantan telah dipenuhi dengan perkebunan sawit. Perkebunan sawit tersebut hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang notabene adalah penjabat-penjabat negara. Badan Pertahanan Nasional (BPN) mencatat bahwa sejumlah 3500 konflik agraria belum terselesaikan di Indonesia, termasuk di Kalimantan serta dari 6,7 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia, lebih dari 90% diantaranya Sumatera dan Kalimantan, berbagi ruang dengan hutan tanaman industri dan konsesi pembalakan kayu. (Sumber Dari Buku Laporan INFID Mari Berbicara Fakta). 

Para pemerhati lingkungan pasti banyak yang sudah mengkritik pemerintah terkait dengan perkebunan sawit dan pertambangan di Indonesia. Jika kalian menonton dokumenter yang berjudul Sexy Killers, kalian pasti sudah sadar bahwa exploitasi tambang di Indonesia banyak merugikan masyarakat sekitar dikarenakan bahwa dengan banyaknya perluasan area semakin mengurangi ekosistem masyarakat setempat, dari kekurangan air bersih, udara tercemar sampai tergusurnya kebun dan tempat tinggal. tapi ada banyak yang kalian tidak ketahui juga bahwa, bagaimana perusahan tersebut merintis jalan ke desa-desa, menyediakan lapangan kerja, membantu membangun fasilitas desa. Jauh sebelum pemerintah membuat program dana desa, dan membangun jalanan di tiap daerah. 

Jadi untuk para wakil rakyat, yang menyatakan bahwa rakyat tidak bisa diberi makan dengan pembangunan infrastruktur, tolong kenali lagi dan pelajari lagi kondisi rakyat yang kalian wakilkan. rakyat memang tidak bisa makan pembangunan, tapi pembangunan itulah yang membantu rakyat mencari makan. 

Kalian belum pernah merasakan perjalanan panjang berjam-jam melalui darat, setelah itu berganti dengan perahu kecil, kemudian lanjut dengan jalan kaki berkilo-kilo meter, kalian juga pernah merasakan rasanya melakukan perjalan dengan jalanan berkubang lumpur. oleh sebab itu, jangan salahkan kami ketika pemerintah tidak memperhatikan, kami menerima uluran tangan pemodal. 

Kami lerakan tanah kami dikeruk, kami lerakan kebun kami digusur, dan kami lerakan hutan adat kami hilang. Demi mempertahankan eksistensi kami. 

memang jadi penduduk di luar pulau jawa agak susah, jarang masuk televisi, gak ada bioskop, jarang ada pemberitaan deh. Cari hiburan aja susah apalagi cari kerjaan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun