Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa tujuan negara Indonesia diantaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.Â
Dalam keseluruhan masyarakat, perempuan dan penyandang disabilitas adalah kaum yang paling termarjinalkan, dan secara statistik paling rendah dalam pencapaian perekonomian.Â
Karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk menciptakan suatu ekosistem perekonomian yang berpihak pada perempuan dan penyandang disabilitas, sehingga tujuan untuk melindungi segenap warganya dan memajukan kesejahteraan umum dapat tercapai.
Statistik yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak di tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun persentase penduduk laki-laki dan perempuan relative sama banyaknya, keluhan baik di sektor Kesehatan, ekonomi, daya saing, dan Pendidikan lebih banyak dirasakan oleh perempuan.Â
Hal tersebut menunjukkan perlunya suatu program strategis dengan visi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing dan mengejar ketimpangan yang dirasakan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Selain kaum perempuan, salah satu kelompok rentan yang ada di Indonesia juga dirasakan oleh penyandang disabilitas.Â
Meskipun UU 8 tahun 2016 sudah menegaskan dan memberikan paying hukum mengenai apa saja yang menjadi hak-hak bagi para penyandang disabilitas, realitanya para penyandang disabilitas kerap menemui banyak hambatan yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah bahkan untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Kondisi ketimpangan kesejahteraan yang dirasakan oleh perempuan dan penyandang disabilitas, diperparah dengan pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.Â
Bagi kaum diabilitas misalnya, menurut survei yang dilaksanakan secara online oleh jaringan DPO Respon Covid menunjukkan bahwa sebesar 86% dari 1.683 responden yang bekerja mengalami penurunan tingkat penghasilan hingga 80% dari sebelum pandemi.Â
Penurunan ini disebabkan karena banyak penyandang disabilitas yang bekerja di sektor informal. Hampir 80% dari seluruh penyandang disabilitas di seluruh Indonesia bekerja di sektor ini.Â
Studi lain juga menunjukkan keselarasan dengan hasil temuan ini. Survei yang dilakukan oleh lembaga riset kebijakan ekonomi Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL) menunjukkan bahwa 68% penyandang disabilitas kehilangan pekerjaannya, dan setidaknya 39% diantaranya terpaksa pulang ke kampung halaman karena kondisi tersebut.Â
Dampak paling besar dirasakan oleh mereka yang memiliki beban marjinal ganda, yaitu perempuan penyandang disabilitas yang angka statistiknya mencapai 70%.