Dengan Metaverse menyebabkan guru sejarah tidak perlu membawa peserta didiknya ke museum di dunia nyata. Peserta didik tinggal diajak masuk ke metaverse yang di sana sudah tersedia museum virtual tiga dimensi. Sebagai contoh yang lain, dalam pelajaran geografi, guru dapat mengajak peserta didik melihat peristiwa gunung meletus, bahkan bisa juga sekaligus melakukan wawancara kepada ahli vulkanologi secara virtual. Metaverse akan menjadikan pelajaran yang sebelumnya hanya bisa dilihat dalam dua dimensi, menjadi sebuah pengalaman yang lebih nyata. Peserta didik dibawa keluar dari dimensi abstrak menuju sebuah realitas virtual.
Reallitas virtual tersebut membuat efisiensi biaya dan waktu, bayangkan waktu yang digunakan menjadi lebih cepat dan biayanya juga lebih hemat dan efisien.di sisi lain juga berdampak pada pengalaman langsung anak ayang memmbauat pendidkan anak llebih akaua secara kogniktif afektif maupun psikomotorik, karena dunia virtual reality mampu mewujudkan itu semua.
Di samping itu Metaverse akan membuat seluruh aktivitas dalam dunia pendidikan nantinya dapat dilakukan dalam dunia virtual. Seperti sekolah akan dibangun di dunia virtual, kelas-kelas akan terdapat di dunia virtual, pembelajaran dilakukan secara virtual, bahkan administrasi sekolah juga dapat dilakukan secara virtual. Metaverse membuat kita dapat melakukan kegaiatan apa pun tanpa harus bertemu secara langsung. Jika hal ini terwujud, tentu akan menjadi sebuah disrupsi bagi dunia pendidikan masa kini. Sebuah ilustrasi yang sangat menarik, dan sekaligus sangat mengerikan.
Lalu bagaimana jika semua kegiatan dalam dunia pendidikan dilakukan secara virtual, dampak yang dapat dirasakan secara langsung tentu saja dari segi kesehatan, seperti yang dikemukakan oleh Joanna Stren yang melakukan uji coba menggunakan virtual reality dan masuk dalam metaverse selama 24 jam, mengaku bahwa dia mengalami gejala kepala pusing dan mata sakit. Sedangkan menurut Jak Wilmot yang pernah satu minggu merasakan hidup di dalam dunia virtual, ia mengatakan bahwa metaverse membuat kita kehilangan ”energi alam” yang sebenarnya adalah bagian dari hidup kita. Jadi, bisa dibayangkan kalau kita menggunakan alat tersebut selama berminggu-minggu.
Selain itu, metaverse juga akan menghilangkan kehangatan sosial yang seharusnya bisa dirasakan ketika manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya secara langsung. Karena bagaimanapun juga, dunia virtual bukanlah dunia nyata. Dunia nyata sebenarnya adalah tempat kita hidup saat ini di bumi, bukan di metaverse. Bisa jadi seorang guru nanti tidak akan pernah mengenal secara langsung peserta didik yang telah dia ajar selama berbulan-bulan. Bisa jadi pembelajaran hanya sekadar formalitas saja tanpa menjadikan manusia menjadi manusia yang sesungguhnya.
Solusinya
Perkembangan teknologi di era 4.0 tidak bisa kita cegah. Kita hanya perlu mencari solusi terbaik, dalam menggunakan teknologi tersebut. Sehingga membawa manfaat sebesar-besarnya bagi dunia pendidikan pada khususnya dan kehidupan manusia pada umumnya, Pada awal tahun 2000-an dunia pendidikan begitu takut pada internet, karena dianggap akan merusak mental peserta didik. Bahkan pada saat itu, handphone merupakan barang haram bagi peserta didik, dan siapa yang membawa maka siap-siap untuk diambil dan disita..
Saat ini, setelah berjalan satu dasawarsa, semua teknologi yang dulu sangat mengerikan bagi para guru, justru sekarang banyak dimanfaatkan dalam dunia pendidikan Indonesia. Karena pada dasarnya dalam dunia pendidikan tidak boleh melarang kemajuan zaman. Untuk itu dunia pendidikan hanya bisa membuat regulasi untuk memanfaatkan teknologi ke arah yang lebih baik.
Perkembangan teknologi di era 4.0, termasuk metaverse, pada hakikatnya adalah sebuah cara atau jalan, yang tidak bisa dijadikan hal utama dalam kehidupan. Dalam pandangan penulis, bahwa sekolah secara fisik di semua kegiatan di dalamnya juga, tidak akan bias digantikan oleh metaverse. Metaverse hanya menjadi media bagi dunia pendidikan untuk membuat pelayanan pengajaran lebih baik tanpa harus menghilangkan semua yang ada di dalam dunia nyata.
Jadi solusinya adalah menggabungkan keduanya di dalam dunia pendidikan, yaitu disiapkan sebuah kelas untuk bisa dinikmati sebagai dunia meteverse, dan seorang guru membimbing anak didiknya sebagai contoh dalam mata pelajaran sejarah, guru bisa bisa melihat langsung dan belajar sejarah melalui audio visual di tengah peperangan, dengan tehnik virtual reality , seorang guru dapat mengajarkan kepada anak didiknya atau guru mengajarkan di suatu museum, Hal ini akan lebih menarik dan membawa minat siswa untuk lebih bisa mengerti dengan mudah, dan ketika 45 menit pelajaran di dunia metaverse, dilakukan si guru kemudian menyetop anak didiknya untuk kembali ke dunia nyata,
Penerapan Dalam Beberapa Mata Pelajaran