Mohon tunggu...
Aosin Suwadi
Aosin Suwadi Mohon Tunggu... -

Menjajal melintas Rimba Raya Dunia Maya, dari sebuah SMA Negeri 6 di Banten

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

5 Tahun Menjelang Pensiun

27 Februari 2016   16:18 Diperbarui: 29 Februari 2016   18:49 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada tahun 1970-an kehidupan PNS (termasuk TNI dan POLRI) sungguh sangat memprihatinkan. Betapa tidak, PNS yang baru diangkat waktu itu hanya menerima gaji sekitar Rp16.000-an. Pada tahun 1983 gaji CPNS waktu itu hanya Rp52.000. Uang sebesar itu jika digunakan untuk biaya makan satu orang hanya cukup untuk satu minggu. Dan jika digunakan untuk transport kerja juga hanya cukup untuk satu minggu. Jika seorang PNS telah beristri/bersuami dan mempunyai anak, maka setiap anggota keluarga diberi tunjangan beras sebanyak 9 kg (10 kg dikurangi penyusutan). Bahkan sekarang jika PNS memiliki anak lebih dari 2 orang, maka anak ketiga dan seterusnya tidak diberi tunjangan dalam bentuk apa pun. Dan PNS harus menambah jumlah penyebut dari pembilang yang sama, demi menghidupi anak di luar tanggungan gaji (anak swasta).
Dapat dikatakan bahwa Gaji PNS tahun 70-an ke belakang jauh di bawah upah kuli pabrik, bahkan di bawah penghasilan tukang beca. Karena itu jarang orang yang mau menerima jika ditawari untuk jadi PNS. Sungguh sangat jauh tuntutan kehidupan. Apalagi jika diukur dengan lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori Maslow, yaitu: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Jika kita amati uraian di atas, sepertinya kehidupan PNS waktu itu telah ditakar oleh peraturan pemerintah. Setiap PNS beserta keluarganya hanya boleh makan dengan nasi seadanya tanpa lauk pauk apa pun. Sedangkan ongkos bekerja, biaya pendidikan keluarga, bahkan rumah tidak pernah diperhitungkan oleh peraturan pemerintah. Dan jika PNS berniat membuat rumah atau tempat tinggal, terpaksa harus menggadaikan SK atau gajinya ke bank pemerintah dan harus mencicil dengan tambahan bunga setingkat rentenir. Satu kali meminjam uang ke bank waktunya 5 tahun. Dan jika PNS menginginkan rumahnya sampai selesai dibangun dan layak huni, harus meminjam sebanyak 4 sampai 6 kalli pinjaman dikalikan 5 tahun. Itu artinya gaji PNS selama masa kerjanya habis hanya digunakan untuk membuat rumah.
Memang setiap tahun PNS diberi kesempatan untuk bergembira karena gajinya naik. Dan sempat bertepuk tangan walau hanya sejenak, karena segera menyadari bahwa kenaikan gaji itu akan diikuti bahkan didahului oleh kenaikan harga yang jauh di atas kenaikan gaji. Secara kuantitas memang naik, tapi nilai dan daya belinya tentu saja cenderung menurun.
Dan kini gaji PNS telah jauh berubah jika dibandingkan dengan tahun 70-an. Gaji PNS masa kerja 0 tahun : golongan IA Rp1.486.400,00, golongan IIA Rp1.926.000,00, golongan IIIA Rp2.456.700,00, dan golongan IVA Rp 2.899.500,00. Sungguh jauh berbeda. Akan tetapi sebenarnya yang berbeda hanya skalanya saja. Sedangkan nilainya diakui memang meningkat, tapi tidak terlalu tinggi, jika dilihat dari tuntutan dan kebutuhan zaman sekarang.
Jika boleh berbicara ekstrem akan saya katakana sepertinya pemerintah kurang ikhlas memberi imbalan kepada PNS khususnya guru, karena setiap imbalan yang diberikan kepada guru selalu diatur untuk apa imbalan itu diberikan. Tunjangan sertifikasi tidak boleh digunakan untuk membeli sesuatu yang tidak menunjang profesi, tapi harus digunakan untuk peningkatan profesi. Akan tetapi jika kalimat itu dianggap ekstrem, maka tidak akan saya katakana.
Karena hidup dan kehidupan PNS, TNI dan POLRI telah ditakar oleh peraturan pemerintah, tentunya para para PNS harus menyiapkan diri untuk bekal hidup di masa pensiun. Dengan pensiun tidak berarti bahwa seluruh tugas hidup selesai. Masih banyak kewajiban yang harus dilakukann Bagaimana dengan anak cucunya. Sementara gaji pensiunan yang hanya 75 % dari gaji masa aktif hanya mampu memenuhi kebutuhan makan. Karena jika PNS pensiun, maka banyak tunjangan yang ditanggalkan. Dan bagi tenaga kerja fungsional khususnya guru, jika telah pensiun maka tunjangan sertifikasinya tidak dibayarkan lagi, dan itu berarti setengah dari pendapatannya.
Paling tidak dalam jangka waktu 5 tahun menjelang pensiun, PNS khususnya guru harus segera menyiapkan mental spiritual, dan finansial untuk menjalani sisa kewajiban hidup di masa pensiun. Dengan kata lain pensiunan harus menyiapkan kebutuhan duniawi dan kebutuhan ukhrawi. Sebagaimana sabda rasulullah: beramallah kalilan untuk dunia seakan akan kalian mau hidup selamanya. Dan beramallah kalian untuk akhirat seakan-akan kalian mau hidup selama-lamanya. Selagi masih aktif menjadi PNS dan punya peluang halal untuk mendapatkan uang, akan lebih baik jika PNS menyisihkannya untuk menabung. Jika mungkin sisihkan setengah dari tunjangan sertifikasi untuk ditabungkan. Untuk sementara tidak sepenuhnya mengikuti anjuran peperintah agar dana sertifikasi digunakan untuk kepentingan profesi. Secara logika, dulu sebelum mendapat tunjangan sertifikasi, guru bisa melakukan berbagai kewajiban. Apa lagi jiga ditambah dengan setengah dari tunjangan sertifikasi.
Demikian tulisan ini saya publikasikan, sebagai saran terutama untuk diri saya sendiri yang beberapa tahun akan pensiun, dan sebagai saran bagi para PNS terutama guru yang setuju dengan pandangan saya. Akan tetapi mohon maaf saya sendiri baru bias berbicara, tapi belum bisa melaksanakannya. Bahkan mungkin saja ada diantara Anda yang telah lebih dulu melakukan apa yang saya bicarakan.
Terima kasih atas kunjungan Anda dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun