Mohon tunggu...
Aorin Sebastian
Aorin Sebastian Mohon Tunggu... -

alhamdullilah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Somasi dan Politisasi

30 Januari 2014   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:19 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merujuk Pasal1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, menjelaskan negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan Batang tubuh UUD 1945.

Namun, nampaknya hukum bukan segala-galanya di negeri ini. Pasca berhembusnya angin reformasi yang ditandai semaakin dilindunginya hak menyatakan pendapat nampaknya mulai disalah artikan. Saling menuding, menghujat nampaknya mulai menjadi tradisi yang tumbuh subur. Namun ironisnya pernyataan ini terkesan bernuansa politis untuk meraih dukungan. Secara pribadi saya mengapresiasikan upaya yang dilakukan Presiden SBY dalam menjaga keutuhan demokrasi dinegeri ini. Salah satunya dengan mengajak para tokoh politik yang ingin menjadi pemimpin atau presiden mendatang untuk mengikuti jalan pemilihan umum (pemilu). Saya meyakini langkah ini dilakukan agar tidak adanya kecurangan yang dilakukan peserta pemilu dengan memanfaatkan situasi mengatasnamakan rakyat. Jangan hanya bisa menyuarakan ganti pemimpin ini, ganti pemimpin itu, namun tidak terlibat dalam Pemilu. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjadikan pemilu sebagai sarana untuk memilih pemimpin.

Sangat jelas pasca tumbangnya orde baru, tatanan politik dinegeri ini ikut berubah, dari otoritarian menjadi sistem demokrasi. Pada masa Soeharto berkuasa, segalanya harus diketahui, dikendalikan dan diawasi secara langsung oleh dirinya. Saat itu, tak ada yang berani membantah atau menyatakan tidak setuju, semua harus seirama dengan pemimpin. Jika tak setuju atau menolak kebijakan penguasa saat itu, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya, bisa dilenyapkan atau langsung dikurung dan dibugkam.

Seiring bertiupnya angir reformasi dinegeri ini, membawa perubahan padatatanan kenegaraan. Politik nasional sudah tidak bisa dikontrol oleh presiden seorang atau kelompok tertentu atau individu tertentu. Presiden hanya salah satu pelaku politik di negeri ini, dengan otoritas atau kekuasaan yang sudah ramping. Untuk pihak-pihak yang selama ini bisanya hanya mengkritik, akan lebih baik jika mereka mau bertarung di Pemilu dengan jujur dan bersih.

Terkesan, politisi telah membawa cita-cita reformasi pada kepudaran jauh dari rohnya. Mereka dengan bebas mengkritik, menghina bahkan memaki, tanpa memperhatikan nilai-nilai etika dalam berpolitik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus terjadi, dapat dibayangkan bangsa ini akan kembali di era pra sejarah, dimana hukum rimba akan berlaku, siapa yang kuat dia akan menjadi pemenang. Sangat jelas politisi telah menjadikan bangsa ini tak akan pernah bisa maju untuk bersaing dengan bangsa-bangsa maju lainya. Isu selalu dikedepankan hingga terbentuk wacana yang tujuannya untuk dijadikan senjata pamungkas meraih kemenangan.

Ketika Kepala negara menempuh jalur hukum SBY dianggap melakukan langkah konyl. Pada hal sangat jelas langkah ini dilakukan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang dituduhkan kepada dirinya dan keluarganya untuk dibuktikan bersama-sama. Mengapa mereka yang selalu melempar tudingan kemudian ketakutan dan mempolitisasi masalah ini ketia dimasukan kedalam ranah hukum.

Sepatutnya jika tudingan yang merka sampaikan benar tak merlu melakukan politisasi somasi keluarga SBY yang ditujukan kepada Wakil Sekjen PKS dan Rizal Ramli. Sebagai warga negara, SBY berhak dan diperbolehkan melakukan langkah-langkah, jika memang merasa dirugikan atas tindakan, perkataan yang dilontarkan atau dilakukan pihak lain. Dalam hal ini, SBY dan keluarga merasa dirugikan dengan pernyataan Rizal soal gratifikasi jabatan wapres boediono dalam kasus century. Sementara Fahri disomasi atas pernyataannya soal keterlibatan ibas dalam proyek hambalang. Langkah hukum yang dilakukan SBY sudah benar, jadi tidak perlu dipolitisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun