Mohon tunggu...
Adolpus otoper
Adolpus otoper Mohon Tunggu... Buruh - Hanyalah tukang cangkul tanah

Selalu merayakan hidup dengan membaca, menulis, berdiskusi, dan merenung dengan diri sendiri dan oranglain dalam metode disputio et dialegtika. Saya suka seni dan musik juga.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Selfisitas dalam Durasi Diam Tanpa Logika

25 September 2024   16:48 Diperbarui: 25 September 2024   16:55 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada banyak paradox yang dijadikan sebagai sosok yang menakutkan berkaitan dengan identitas manusia dalam paradigma budaya. Di dalam dualitas paradox kehidupan tidak menghendaki manusia menjadi pengecut. Dualitas paradoxalitas adalah sosok yang hadir dalam dualitas wajah. Ia hadir dalam bentuk tragedi dan keindahan. Namun keduanya dalam paradigma manusia dianggap tidak penting karena logika manusia yang subjektif.

Manusia fisikatif ini menolak paradigma numena dalam bentuk dualitas yang sangat paradox. Ia hanya mengurung diri dalam kamar realitas pasti dan masuk akal. Menikmati apa yang ada dan skeptif pada apa yang tidak ada. Akibat dari paradigma ini dapat mengabaikan sesuatu yang kebetulan itu tidak ada artinya. Sesuatu yang kebetulan itu tanpa makna, hanya datang dan pergi tanpa arti. 

Manusia sejenis ini adalah manusia yang mengabaikan apa yang ada dalam numena. Manusia seperti ini dalam hidupnya hanya datar saja. Mentalitas ketakutannya meniadakan paradigma filsafat dan paradigma manusia reflektif yang sesungguhnya memberikan sumbangat mendasar pada manusia umumnya.

Ketakutan lain dari manusia yang takut dengan dualitas paradox adalah tidak punya kemampuan untuk berdiskusi. Ia lebih nyaman dengan pengalaman hidupnya yang datar saja. Pengalaman yang rupanya tidak dimengerti namun diklaim sebagai data kesaksiannya.

Akal Budi sesungguh adalah mesin penerang bila reaksi tubuh tidak melampauinya. Akal Budi menunjukan pengetahuan dari wilayah metafisika bila tamparan fisika, dualitas paradoxal pada fisik manusia menerima kesakitan tanpa reaksi pembelaan. Di sini akal Budi akan menunjukan kekuatannya dalam reflektifitas mendalam. Ia menggunakan durasi waktu diam tanpa melakukan pembelaan diri untuk menghindar dan mengeluh.

Akal Budi selalu melihat ada banyak kekayaan di balik dualitas paradoxalitas hidup ini. Sesorang akan dibiarkan untuk menerima saja tanpa menggunakan kemmapuan logika. Akal Budi hanya menggunakan ilatifitas sense dalam metode epochetif menuju realitas spiritual.

Akal Budi akan mengendalikan fisik yang sakit dan fisik yang mengeluh ketakutan melalui jiwa manusianya. Akal Budi dijadikan guru untuk menerima semua paradox realitasnya tanpa reaktif fisika. Kemampuan ini memberikan kesempatan bagi kesadaran untuk mengerti sesuatu yang kebetulan ada dan tiada sebagai wadah penemuan makna dalam suksesitas durasi diam.

Henry Bergson dalam durasi waktu menunjukan bahwa ada kelimpahan makna tak terbatas yang sealalu ada di dalam setiap durasi detik hingga menit. Bila keakuan ini membiarkan dirinya dilebur dan menyatu dalam cara kerja dan inteligensi kesadaran akal Budi dan waktu maka ia tak akan melihat perbedaan sebagai tragedi yang menakutkan, melainkan tragedi yang memberikan kesadaran penyempurnaan diri. Dalam paradigma ini ontologis self dijadikan satu dalam kesadaran numena yang sangat jelas. Pada level inilah jiwa yang takut menjadi jiwa yang tenang berkat pengajaran dan kerja keras akal Budi bagi manusia.

Hasilnya melihat perbedaan dan tragedi sebagai sumber hidup yang menuntun perubahan yang kaya dan bebas tanpa tekanan. Perbedaan di luar diri manusia diterima sebagai kesatuan dalam dirinya. Berkat akal Budi ini kemudian meniadakan kesakitan jiwa  dan ketakutan jiwa untuk menerima proses aletheia. Perbedaan adalah keharusan. Tragedi dan keindahan adalah sumber nutrisi akal Budi untuk semakin menjadi tak terbatas dan semakin super.

Kemampuan ini hanya diterima dengan membiarkan diri dalam durasi diam. Dalam kinerja durasi diam ini sudah pasti meniadakan logika. Akal Budi akan bekerja sama dengan kesadaran dalam suksesitas diam dan waktu. Ketiganya menyatu untuk meniadakan jiwa yang sakit dan takut menuju jiwa yang menerima kehendak dalam realitas tidak pasti. Akal Budi selalu merangsang jiwa untuk melihat apa di balik yang ada dan tiada.

Dengan demikian fisika dan metafisika, nomena dan fenomena adalah kesatuan dalam dualitas ontologis. Dualitas paradoks yang berhadapan dengan kekakuan manusia berada dalam status sebagai guru dan murid demi penemuan kepribadian yang tidak bertentangan bermasalah dalam setiap dinamika perbedaan fisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun