Mohon tunggu...
Adolpus otoper
Adolpus otoper Mohon Tunggu... Buruh - Hanyalah tukang cangkul tanah

Selalu merayakan hidup dengan membaca, menulis, berdiskusi, dan merenung dengan diri sendiri dan oranglain dalam metode disputio et dialegtika. Saya suka seni dan musik juga.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Derealitas

17 April 2024   08:30 Diperbarui: 17 April 2024   08:34 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

kita tahu manusia adalah pengendali hidup dan kehidupan. namun sebaliknya manusia menjadi objek realiats menuju nihilitas. Kenyataan ini mengingatkan saya atas perkataan gambaran dari Gadamer: manusia adalah subjek realiats sekaligus objek. manusia memainkan hidup ini dengan serius namun permainan yang diciptakannya menjadikanya adalah objek.

cerita menarik bahwa manusia menjual sesuatu. sesuatu itu diyakini tidak memuaskan diri karena pendapatan tak sebanding keinginan pribadi yang saling bertentangan. maka manusia menjual dirinya sendiri sebagai perbandingan hidup yang sepadan.

kenyataan ini bukanlah suatu pasangan yang sepadan. ini adalah tindakan yang menghilangkan manusia seutuhnya. persis mengingatkan saya akan pernyataan filosofis I.Kant bahwa manusia adalah binatang berakal budi. dengan adanya realitas manusia adalah objek adalah bukan manusia.

keingan hidup yang tak sepadan dengan martabat manusia yang dibuatnya sepadan ini adalah perilaku kebinatangan. bila manusia tidak mengendalikan hidup dan dirinya ia jatuh dan sederajat dengan binatang yang senantiasa mengandalkan keinginannya.

ini adalah masalah penderealitas yang diciptakanya sendiri secara serius. marilah menjadi manusia yang punya akal budi. kita pasti akan menjawab bahwa kita sedang menjual diri dengan akal budi. ini adalah bukan jawabannya. ini adalah keinginan birahi yang mengendalikan akal tanpa memori kesadaran pengetahuan. sekalilagi marilah menjadi manusia berakal budi. sekian dan selamat berfikir kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun