Vitroh Nur Anzilni
Sore di Ramadhan ini berbeda dengan biasanya, banyumas menjadi incaran setiap orang yang ingin berpedidikan disana, didepan kampus seolah pasar Ramadhan menemani senja untuk tenggelam.
Salah satu hal yang terindah adalah bisa berkenalan denganmu disalah satu forum diskusi, mana kala saat itu ku tak memaksakan diri mungkin hari ini aku tak akan pernah dengan robb ku, pancaran tatan yang meneduhkan saat itu membuatku tak berdaya akan sikap lain selain diamnya aku.
Setelah diskusi ternyata dia menghampiri ku "nais, antum kelas bahasa A kah?" ucapnya sembari tersenyum ramah.
"iya kak "jawabku. "antum angkatan 21 kan?" Tanya lagi kak latif.
"iya kak, memang kakak angkatan berapa?" Tanya ku smabil keheranan." Panggil saja latif, karena saya kuliah ditahun yang sama" jawabnya.
"oh ya, kak eh maksudku latif" jawaku. Aku kemudian pamit karena ku kira dia merupakan mahasiswa semester 4. Hari itu aku merasa menemukan sosok yang berbeda dengan yang lain. Dari luar sudah terlihat ketundukan dan ketenangan hati muncul begitu jelas dari lisan nya.
Kedewasaannya pada tatapan pertama itu seolah menjadi kan salam perkenalan yang jauh dari pada kawan. Lalu, malamnya latif mengirim chat kepadaku menanyakan kelas bahasa yang memang banyak sekali keluhan dari mahasiswanya. Latif ternyata penanggung jawab kelas bahasa B.
Dari persamaan itu komunikasi yang terbangung jauh lebih intensif, beliau juga menceritakan betapa mulianya seorang penghapal quran karena banyak sekali kemuliaan yang akan di dapatnya. Dia mengatakan aku telah menemukan cinta yang sesungguhny dalam al-quran. Karena saat kita sudah menemukan cinta al-quran kita akan mampu sanggup berlama-lama dengan quran dan al-quran akan sering memanggil kita.
Kemuliaan penghapal alquran sendiri yaitu bisa memberikan mahkota kelak diakhirat kepada ayah dan ibu, tanda cinta kepada rosul dan masih banyak keutamaan yang beliau jelaskan.
Semenjak saat itu aku merasa ada seseorang yang akan mengenalkanku kan islam.
***
Paginya.
Aku berjalan menuju kampus seperti biasanya, Ramadhan bukan berarti harus bermalas-malasan karena jarak. Sesampainya dikampus aku duduk di saung yang biasa mahasiswa gunakan untuk mengerjakan tugas, diskusi atau yang lainnya. Lalu tak lama dari itu terdengar suara" tiinn" klakson motor. Aku yang sedang fokusnya langsung mengangkat tundukan kepalaku dan mengarahkan pandanganku pada titik suara itu. Ternyata latif yang menggunakan motor vixion putih itu. Dia menyapaku lalu pergi memarkirkan motornya yang tidak jauh dari saung yang aku tempati.
Aku langsung melanjutkan bacaanku. "assalamu alaikum wr.wb naisa, apakabar kamu kok baru keliatan disini lagi?' ucap syahid kawan laki-laki ku yang sering guyoni aku penghuni kampus, karena sudah seminggu ini aku diperpus terus tanpa duduk disini.
"wa alaikum salam wr.wb Alhamdulillah baik, kemaren kemaren aku di perpus" jawabku
Diapun duduk dan mulai sibuk dengan perkuliahan yang sepertinya dilakukan online.
***
Sebelum Ramadhan usai latif mengajakku tarawih ditempatnya ini salah satu hal yang jarang dilakukan kawanku yang lainnya dia mengirim pesan kepadaku " nais, kamu belum pernah sholat ditempatku ya?" Tanya nya.
"belum lah, insya allah nanti" jawabku
"sekarang aja, kalau besok-besok aku ada acara diluar, gak apa aku pesenin kamu gojek ya" jawabnya.
"tapi latif jadi ngerepotin, udahlah besok-besok aja" aku berusaha menolaknya.
"gak apa naisa, kamu dimana sekarang?"
"hem gimana ya? Yaudah aku kesana , aku minta anter Fatimah aja ya " jawabku karena dia sudah terlalu baik selama ini.
Ketika aku sampai dimesjid yang memang berlantai 2 ini aku langsung masuk dan duduk akrena isya sekitar 30 menitan lagi, latif pun mengirim pesan bahwa ditempatnya berbeda dengan tempatku biasanya sholat.
Aku sedikit marah kenapa tidak menjelaskan dari awal bahwa kita memang berbeda, aku hanya meniati bahwa ini sama dan aku ingin tau ,meskipun dia bilang sempurnakan saja sholat mu diakhir.
Dan selesai sholat aku diam sediam diamnya ternyata latif yang ku kagumi selama ini berbeda dengan ku, terkhusus untuk urusan agamanya, memang dia begitu kental dengan gamis nya, ku kira kita sama namun berbeda, ku hanya bisa menahan semua rasa yang hadir , seolah mencintai orang yang salah.
Setelah pulang terawih aku bercerita ke Fatimah kawan kosku yang satu kelas dengannya. Fatimah mengatakan bahwa latif itu bukanlah orang seperti kita, dia memang berbeda terkait sikapnya memang kesemua perempuan begitu memuliakan.
dan Fatimah mengatakan bahwa latif sedang memperjuangkan seseorang, salah satu wanita cantik yang ada dikelas. Dia menyarankanku agar aku melupakannya. Karena tak ada gunanya jika harus menyukai orang yang berbeda dan memang sedang memperjuangkan orang lain.
"naisa lebih baik, kamu lupakan saja. Bertemanlah lamun jangan sampai ka arah sana, sakit memang baru menyadarinya sekarang setelah dia begitu baik dan perhatian padamu"
"baik, Fatimah aku akan berusaha melupakannya, cukup sampai berteman saja' jawabku
Semenjak kejadian itu aku mulai bersikap dingin pada latif karena tekadku sudah bulat, sampai latif bertanya kesalahanya dimana. Aku hanya bilang tak ada yang salah.
Pada akhirnya aku kembali seperti sedia kala dengan latif meskipun jujur saja hal yang kulakukan cukup menyakitkan .
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H