Mohon tunggu...
Anzila Rahmania M
Anzila Rahmania M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik mengenai pendidikan, bisnis, fotografi, dan seni.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketidaksetaraan Gender di Dunia Akademis: Perspektif yang Terabaikan

19 September 2023   13:11 Diperbarui: 19 September 2023   14:14 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ketidaksetaraan Antara Lakilaki Dan Perempuan (istockphoto.com)

Di era yang penuh dengan kemajuan ini, ketidaksetaraan gender di berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia akademis, masih menjadi isu yang relevan dan perlu dipahami secara mendalam. Artikel berjudul "Gender inequality in academia from the perspective of the dialogical self: beyond ‘autonomous men’ and ‘relational women'" oleh Babak Ghaempanah dan Svetlana N. Khapova, yang diterbitkan pada tahun 2023, merupakan karya yang sangat relevan dalam membahas isu ini. 

Dalam artikel ini, penulis mengeksplorasi ketidaksetaraan gender di dunia akademis dari perspektif teori diri dialogis, yang membawa kita melampaui paradigma konvensional yang menggambarkan laki-laki sebagai individu yang otonom dan perempuan sebagai individu yang relasional.

Pandangan tradisional tentang peran gender, 'laki-laki otonom' dan 'perempuan relasional', sebenarnya membantu mempertahankan ketidaksetaraan gender di dunia akademis. Menilai individu berdasarkan stereotip seperti ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga membatasi potensi individu. Pemikiran seperti itu mungkin sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari paradigma sosial kita, namun artikel ini berhasil membuka mata kita untuk melihat lebih dalam.

Salah satu hal yang sangat menarik dari artikel ini adalah pengenalan perbedaan antara 'menjadi otonom' dan 'mengurangi multiplisitas'. Dalam banyak konteks, laki-laki sering dilihat sebagai individu yang otonom dan berfokus pada diri mereka sendiri, sementara perempuan sering dilihat sebagai individu yang relasional yang cenderung mempertimbangkan hubungan dan koneksi sosial. Namun, artikel ini menyajikan perspektif yang menggugah pikiran, menunjukkan bahwa kompleksitas perbedaan ini mungkin melampaui pemahaman awal kita. Bukankah seharusnya kita memperluas perspektif kita tentang peran gender dan mempertimbangkan lebih dari sekadar dua kategori?

Artikel ini menekankan perlunya memahami sifat rumit dari cerita diri dalam kerangka disparitas gender di dunia akademis. Ketidaksetaraan gender tidak hanya muncul dari perbedaan dalam peluang karier atau pendidikan, tetapi juga dari narasi diri yang saling bersaing di benak individu. Bagaimana seseorang melihat diri mereka sendiri dan keyakinan mereka tentang posisi mereka di masyarakat mempengaruhi persepsi mereka tentang realitas.

Temuan penelitian, yang melibatkan wawancara dengan 36 informan dari berbagai jenis kelamin yang menjalani proses jalur masa kerja di institusi akademik tertentu, memberikan wawasan berharga tentang bagaimana ketidaksetaraan gender bermanifestasi dalam pengalaman individu. Tiga kelompok narasumber yang berbeda, yaitu individu yang telah menyelesaikan prosedur tenure-track secara efektif, yang belum, dan yang masih dalam proses, memberikan pandangan yang lebih menyeluruh tentang kesulitan dan hambatan yang dialami oleh orang-orang ini.

Salah satu temuan yang signifikan adalah bahwa individu dengan tingkat keragaman yang lebih tinggi dan hubungan demokratis yang lebih kuat di antara posisi-posisi kunci mereka lebih rentan terhadap ketegangan dalam pengembangan karier karena adanya narasi diri yang saling bersaing. Hal ini menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender di dunia akademis mencakup lebih dari sekadar perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga dipengaruhi oleh dinamika kekuasaan dan hubungan yang rumit dalam lingkungan akademis.

Artikel ini juga menjelaskan bagaimana narasi diri seseorang secara kontekstual dipengaruhi oleh budaya, lingkungan, dan peran otoritatif dalam dunia akademis. Individu membentuk identitas mereka dalam lingkungan yang berbeda. Lingkungan dapat mendukung atau menghambat kemajuan mereka.

Kesimpulan dari artikel ini berbicara kepada kita semua. Penggambaran realitas gender dalam dunia akademis tidak disajikan secara akurat oleh perbedaan antara 'laki-laki otonom' dan 'perempuan relasional'. Ketidaksetaraan gender yang tidak kentara tidak hanya menciptakan ketegangan di dalam struktur diri yang dialogis, tetapi juga diperkuat oleh hambatan-hambatan material dan struktural, serta bias gender di dalam sistem. Ketegangan ini bukan berarti tidak ada pilihan, tetapi penting untuk diingat.

Artikel ini juga mengingatkan kita akan perlunya mengalihkan fokus dari perempuan sebagai individu yang berhubungan dengan individu lain ke konsep otonomi yang lebih luas yang mencakup semua individu dalam dunia akademis. Ketika kita memahami bahwa setiap orang, terlepas dari jenis kelaminnya, memiliki narasi diri yang kompleks dan beragam, kita dapat menghilangkan stereotip dan bias yang membatasi kemajuan semua individu di dunia akademis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun