Mohon tunggu...
Anzalna Falatena
Anzalna Falatena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DKC Jakarta Selatan bidang Pembinaan dan Pengembangan, menyukai seni dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengembangan Diri Melalui Tazkiyat al-Nafs

27 Desember 2023   22:50 Diperbarui: 27 Desember 2023   22:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tazkiyat al-nafs terdiri dari dua kata, tazkiyat dan al-nafs. Tazkiyat berasal dari zak atau zakat yang berarti al-numuwwu, yaitu tumbuh kembang, dan tahrah, yang berarti bersih dan membersihkan. "Nafs" memiliki beberapa arti etimologi, dorongan, keinginan, atau hasrat dalam Al-Qur'an. Kata kerja untuk bernafas atau hidup, yakni "naffasa." Kata kerja "nafasa" berarti berlomba. Sebagai kata sifat "nafisah," artinya berharga atau penting Merujuk pada diri, orang, atau pribadi. Bentuk jamak "anfus" berarti roh (rh). "nafs" juga dapat berarti senang hati. "Nafs" memiliki arti yang kompleks, meliputi dorongan atau keinginan dalam konteks Al-Qur'an, fungsi biologis seperti bernafas, konsep berlomba, keberhargaan, identitas diri, roh (dalam bentuk jamak), dan bahkan dapat merujuk pada perasaan senang hati. Dengan demikian, Tazkiyat al-nafs adalah upaya untuk membersihkan dan mengembangkan jiwa dari penyakit hati dan sifat-sifat tercela. Tujuannya adalah menciptakan pribadi yang bersih, mendekatkan diri kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada sesama hamba Allah. Dirinya bimbang, ragu, dan terpenjara dalam konflik batin yang membuatnya tetap pada perilaku tersebut.

Menurut Al-Qur'an dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  • Jiwa al-Ammarah  

al-Ammarah adalah jiwa yang selalu mendorong dan melahirkan motivasi untuk melakukan keburukan atau kejahatan yang tidak memiliki kesadaran bahwa telah melakukan dosa, menimbulkan penilaian bahwa perbuatan baik dianggap dosa dan sebaliknya, serta tidak ada penyesalan yang memunculkan hedonisme. Yaitu keinginan, dorongan, atau hasrat untuk melakukan kepuasan, kelezatan, dan kenikmatan seksual.

  • Jiwa al-Lawwamah

al-Lawwmah adalah jiwa yang menyadari bahwa perbuatannya adalah salah, kemudian menyesali dan mengutuk dirinya tetapi kesadaran itu hanya bersifat kondisional atau tergantung dengan keadaan dan pemicu yang diterimanya. Jiwa ini menyesal dan sadar karena melakukan perbuatan dosa, tetapi tidak berani untuk mengubah kebiasaan maksiat yang sudah melekat. Namun, penyesalan ini bersifat sementara dan tergantung pada situasi, sehingga dapat mengulangi kesalahan yang sama. Jiwa ini melekat pada diri seseorang tanpa disadari. Persamaan dari jiwa al ammarah dan al lawwamah adalah keduanya memiliki niat atau dorongan kuat dan memiliki penilaian Dimana perbuatan baik dianggap dosa, dan perbuatan dosa dianggap baik.

  • Jiwa al-Muthmainnah

al-Mutma'innah adalah jiwa yang berhasil menolak sebuah dorongan dari dirinya untuk berbuat suatu kejahatan atau berani mengambil keputusan untuk pindah haluan dari kebiasaan buruk menjadi baik. Dengan kata lain jiwa ini memiliki kesadaran setelah memiliki pikiran buruk, namun berhasil menahan niat buruk itu sehingga menjadi jiwa yang diam dan tenang. yaitu berani mengambil keputusan dan melakukan perubahan. Individu pada tingkat ini tidak lagi terdorong melakukan perbuatan menyimpang, menciptakan dasar bagi ketenangan dan praktik kebaikan. Transformasi ini memerlukan tekad dan konsistensi dalam usaha manusia untuk berubah. Yang membedakan jiwa muthmainnah dan lawwamah adalah yang mana bergeser dari penyesalan dan berhijrah.

Menyucikan jiwa melibatkan istighfar, taubat nasuha, dan menjauhkan diri dari sifat kebinatangan melalui perjuangan (mujahadah) serta pendidikan Rohani dan latihan spiritual (al-tarbiyah wa al-riydt al-rhiyyah). Berjuang melakukan tazkiyat al-nafs dengan merawat iman agar tetap kuat, menjauhi dosa besar, kecil, lahir, dan batin. Fokus pada memperbaiki kualitas ibadah baik secara lahir maupun batin. Ada juga tahapan atau langkah-langkah untuk melakukan tazkiyat al nafs ada beberapa, yaitu niat yang kuat, motivasi internal, dorongan yang kuat, dan kebulatan tekad.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun