Pengalaman terpapar Covid-19 pada masa pandemi lalu membuat saya makin berhati-hati menjaga kesehatan, terutama yang berkaitan dengan pernapasan. Sudah berhati-hati dan menghindari saja masih kena, apalagi jika ceroboh dan semau gue. Mungkin saya nggak akan sempat menuliskan naskah ini.Â
Ya, masker saat itu adalah pertahanan pertama melawan serangan Covid-19, selain meningkatkan imunitas tubuh. Penularan penyakit yang mematikan ini melalui mulut dan pernapasan. Sehingga hidung dan mulut kita harus benar-benar terjaga dan bersih dari ancaman virus tersebut.Â
Untuk beberapa waktu kita telah diwajibkan menggunakan masker. Selain untuk menjaga kesehatan diri sendiri juga menjaga orang lain. "Maskermu melindungiku, maskerku melindungimu," begitu kata slogan saat itu.
Kini, setelah bermasker menjadi kebiasaan sebagian masyarakat, aturan wajib masker telah dicabut. Bagi yang tidak suka menggunakan masker tentu akan senang sekali, tetapi bagaimana dengan yang terlanjur nyaman menggunakan masker? Akankah mereka tetap menggunakannya meski di dalam ruangan?Â
Bagi saya pribadi, jauh sebelum pandemi dan diwajibkan penggunaan masker, sudah terbiasa menggunakan penutup hidung saat bermotor atau di area yang banyak terjadi polusi udara. Selain menjaga pernapasan dari asap, debu, dan virus, juga melindungi kulit dari paparan sinar matahari. Meskipun bukan dengan masker medis atau sejenisnya, tetapi ada kain khusus yang digunakan untuk itu, semacam syal pendek.
Rasanya akan lain jika bermotor tidak bermasker. Selain kulit wajah terasa panas, kotor karena debu, juga bau asap dari knalpot sangat mengganggu pernapasan. Belum lagi kalau ada orang yang meludah sembarangan, rasanya ingin marah saja jika kain tersebut ketinggalan.Â
Namun, jika sudah sampai di dalam ruangan dan lupa untuk melepasnya, rasanya jadi malu dan tidak sopan saja saat berbicara dengan orang lain tapi mulut dan hidung masih tertutup kain.Â
Sebenarnya, tidak jauh perbedaannya antara menggunakan penutup hidung untuk menghindari polusi dan menggunakan masker untuk menghindari virus saat pandemi. Keduanya toh sama-sama menutup hidung dan mulut. Namun, setelah pandemi berlalu, kebiasaan menggunakan penutup hidung atau bermasker tersebut menjadikan kita lebih waspada terhadap kemungkinan masuknya kuman penyakit.Â
Kita jadi lebih peka, kapan harus pakai masker atau penutup hidung dan kapan harus melepasnya. Di dalam atau di luar ruangan pun kita bisa memperkirakan sendiri, di area mana kuman banyak bertebaran atau area mana yang bebas kuman, sehingga kita perlu menggunakan masker atau tidak.Â
Bagaimana dengan Anda? Lebih memilih memakai masker atau melepasnya? Meskipun larangan telah dicabut, akankah Anda lebih menyayangi diri dengan bermasker agar terhindar dari penyakit atau bisa bernapas lega tanpa masker tapi mudah terpapar penyakit?Â