Aku merenung di keheningan, hingga tanpa sadar butiran bening mengalir dari sudut kelopak mata. Bagaikan anak sungai dengan airnya yang deras, rasaku pun hanyut. Entah ke mana arus melarungkannya, aku hanya terdiam, menikmati hangat yang menjalar di pipi.
Teringat beberapa peristiwa sedih yang kualami. Seolah tak kuat jika harus menanggungnya sendiri. Aku terjatuh, penuh luka, dan menderita.
Lalu, mereka datang mengulurkan tangan. Aku dikuatkan, aku didukung, dan aku disembuhkan. Begitu tulus mereka memberi pertolongan.
Namun kini, ketika mereka membutuhkan bantuan, aku hanya terdiam. Aku bungkam. Hening menyeruak di sekujur tubuhku.
Manusia macam apa diriku ini? Di mana nurani bersembunyi? Apakah sanubari tak bisa berempati lagi?
Kembali aku tersadar, aku hanya manusia lemah, hanya seonggok jasad hidup yang tak penting bagi mereka.
Maaf jika aku hanya menyusahkan, menjadi beban bagi kalian, menjadikan tameng hidup tanpa pernah bisa memberi manfaat.
Harapku, kalian kembali ceria, meski tanpa aku mendampingi.
Inginku, kalian tetap sehat, walau tak bisa kusembuhkan sakit itu.
Doaku, kebahagiaan kalian tetap hangat bersama orang-orang tersayang.