Menyikapi berkembangnya berita yang secara tak sengaja mampir di mata dan singgah di pikiran, berkaitan dengan pencalonan putra Presiden Jokowi sebagai walikota Solo, saya beranggapan hal itu biasa dan bisa terjadi pada siapa saja.Â
Bapak yang lebih dulu menjajal kemampuan di kancah politik, mau tidak mau akan menjadi perhatian putra-putrinya. Si anak akan selalu bertanya, ini apa, kalau begini bagaimana, dan jika begitu harus bagaimana? Wajar bukan?Â
Paling tidak, anak akan tahu dengan siapa bapaknya berhubungan dan kaitannya dengan orang nomor satu di rumah. Jika setelah itu berkembang wawasan anak mengetahui seluk-beluk urusan ayahnya, bisa jadi karena si anak memang ingin terlihat atau dilibatkan.Â
Sebagai contoh begini, jika ada orang tua yang jadi ketua RT, pasti anak akan bertanya beberapa urusan yang melibatkan bapaknya. Kenapa harus terlibat dan apa kaitannya.Â
Si anak akan paham, tugas RT itu apa saja, siapa yang berkaitan selain warga dan Pak RW. Urusan apa saja yang menjadi tanggung jawab bapaknya. Wajar kan? Terlebih jika si anak disuruh antar surat ke sana, ambil dokumen ke sini, akan semakin paham.Â
Jadi, jika ada anak mantan walikota, mantan gubernur dan mantan presiden belajar politik mengikuti ayahnya, apa salahnya? Nggak salah kan? Juga nggak melanggar to? Sah-sah saja.Â
Yang jadi masalah dan melanggar, jika si anak minta bapaknya ikut campur dalam urusannya dan menggunakan wewenang serta kekuasaan bapaknya untuk melancarkan tujuannya.Â
Contohnya minta jatah kepada pejabat A untuk menguruskan ini, pejabat B untuk urus itu dan pejabat C untuk lainnya. Rasa sungkan pasti ada dari pejabat yang dimintai bantuan, tetapi tidak harus memberikan atau meluluskan tujuan si anak bukan? Â
Selagi si anak memang punya kemampuan dan kemauan untuk tampil menyamakan diri bahkan mensejajarkan keahlian dengan bapaknya sah-sah saja. Masyarakat yang akan menilai kemampuan tersebut melalui pemilihan.Â
Perlu diingat, kemampuan bapak bisa beda dengan kemampuan anak, ya. Salah satu pasti lebih bagus, juga lebih bijaksana.Â
Demikian pendapat saya dengan topik membangun dinasti politik. Jika memang sama-sama baik dan bisa memimpin, nggak masalah. Toh, setiap orang sudah punya catatan dan garis nasib sendiri-sendiri dari sononya, hihi.Â