Untuk membayar pajak ini, dia minta izin untuk berjualan rokok dipasar. Tumenggung lalu mengizinkan, dengan membuatkan lapak khusus yang diberi tirai kelambu terawang, agar pembeli tidak menyentuh Rara Mendut secara langsung.
Rara Mendut memang cerdik, dengan sensualitas yang dimilikinya, ia menjual rokok dengan sensasi yang berbeda. Rokok yang dilinting dan direkatkan dengan air lidahnya, lalu menghisapnya beberapa sedotan, mampu terjual mahal dan banyak pembelinya. Terutama lelaki hidung belang.
Sungguh luar biasa kecerdasan Mendut ini, strategi dagangnya masuk dan pemasarannya oke. Padahal yang melinting rokok dan menghisapnya adalah Genduk Duku, dayangnya yang setia waktu dipingit di Puri Kadipaten. Selain itu, juga diniatkan sebagai petunjuk tempat kepada sang kekasih Pranacitra.
Setiba di istana, Rara Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan Pranacitra kepada Putri Arumardi dan Nyai Ajeng, selir dan istri Wiraguna yang tidak setuju jika Wiraguna menambah selir lagi. Mereka pun menyusun siasat untuk mengeluarkan Rara Mendut ke luar istana bersama dengan Pranacitra.
Ternyata, pelarian Rara Mendut dan Pranacitra diketahui oleh Wiraguna.
Mau tahu kelanjutannya? Simak videonya, ya, hehe.
Dari cerita ini, yang jadi pesan inti bagi saya adalah: cinta tak mengenal kasta, meski Pranacitra lelaki biasa tetapi mampu meluluhkan hati Rara Mendut yang merupakan idola bagi semua kalangan. Rara Mendut pun hanya rakyat kecil, tetapi mampu meluluhkan hati penguasa dan diperebutkannya tanpa silau dengan kemewahan dan jabatan.
Bagaimana pendapat Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H