Saat ini, Indonesia tengah dihebohkan dengan kasus yang terjadi di kepolisian. Kasus tersebut membuat masyarakat Indonesia bertanya-tanya mengenai apa yang sedang terjadi di tubuh kepolisian saat ini?Â
Hal ini membuat saya mengingat akan salah satu Jenderal yang pastinya banyak singgah di hati masyarakat Indonesia sampai dengan detik ini.Â
Beliau bernama Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Saya akan mencoba menapak tilas mengenai kehidupan serta cerita beliau semasa hidup yang patut kita teladani.
Memori Akan Jenderal Hoegeng
Jenderal Hoegeng Iman Santoso, lahir dengan nama Iman Santoso di Pekalongan pada 14 Oktober 1921. Mungkin banyak dari anda yang penasaran, nama 'Hoegeng' diambil dari mana?Â
Nama 'Hoegeng' diambil dari kata 'bugel' yang kemudian berubah menjadi 'bugeng' dan akhirnya 'hugeng' yang memiliki arti gemuk. Diceritakan bahwa sewaktu kecil, beliau memiliki tubuh yang gemuk.
Ayah beliau bernama Soekarjo Kario Hatmodjo, seorang jaksa yang bertugas di Pekalongan, sedangkan ibunya bernama Oemi Kalsoem. Beliau memiliki dua adik perempuan, yaitu Titi Soedjati dan Soedjatmi. Sedari kecil, beliau memang sudah bercita-cita untuk menjadi polisi karena dipengaruhi oleh teman ayahnya yang menjadi Kepala Kepolisian Negara (Kapolri) di kampung halamannya.
Pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kapolri menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Beliau mengakhiri jabatannya pada 2 Oktober 1971 dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan. Beliau menjadi Kapolri selama tiga tahun lamanya.
Kejujuran Jenderal Hoegeng
Mungkin banyak dari Pembaca Kompasiana yang penasaran, seperti apa sosok Jenderal Hoegeng semasa hidupnya? Sejujur apakah beliau selama menjabat sebagai Kapolri?
Presiden keempat Indonesia, K.H. Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal sebagai Gus Dur pernah melontarkan sebuah guyonan,
"Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng," - Gus Dur