Mohon tunggu...
Anwar Albi
Anwar Albi Mohon Tunggu... Calon Dosen STAIN Meulaboh -

Perjalanan Panjang Seorang Anak Manusia Menuju Insan Cita

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pergeseran Budaya Kader, HMI Taruhannya

21 Januari 2016   02:03 Diperbarui: 21 Januari 2016   03:52 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Woppress.com

“Pergeseran Budaya Kader, HMI Taruhannya”

HMI cukup profesional dalam mencetak kadernya untuk menduduki posisi-posisi strategis di organisasi Insternal kampus, sebagaimana yang telah tertuang dalam Anggaran Dasar HMI pada pasal, 4, terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafas islam serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi allah SWT.

Setiap ada pesta demokrasi di kampus-kampus terbaik yang ada di Indonesia, sudah barang pasti muncul kader-kader HMI terbaik mengisi pesta demokrasi tersebut yang sedang di gelar, bermacam-macam strategi dan jurus yang akan di mainkan oleh kader-kader HMI, hampir setiap pertarungan merebut posisi yg di sediakan oleh kampus di level mahasiswa, kader HMI selalu ikut andil dalam agenda-agenda pesta demokrasi tersebut, baik di tingkat Himpunan Mahasiswa Jurusan, (HMJ) Badan Eksekutif (BEM) dan Presiden Mahasiswa (Presma)

Semakin banyaknya kader-kader HMI yang terus-menerus di cetak oleh komisariat-komisariat yang tersebar didalam ruang lingkup kampus maka, semakin beragam paradigma dan pola pikir kader yang lahir. Dan itu sebuah modal organisasi terbesar ini untuk menghembus nafas baru bagi organisasi kedepan,  karena sudah mampu melahirkan pejuang-pejuang dengan sengat baru dalam mengembangkan organisasi ini.

Sebagaimana kita sering membaca dalam buku sejarah hmi, seandainya PKI cerdas dalam menyusun strateginya untuk membubarkan HMI tempo dulu, orang-orang PKI tidak perlu melakukan monufer-monufer politik dalam mengcekal gerakan HMI cukup dengan membubarkan komisariat-komisariat yang ada di kampus-kampus yang tersebar di seputaran Yogyakarta, karena urat nadi dan nafas HMI terus terhebus di kampus-kampus melalui perkaderan yang di laksanakan oleh komisariat-komisariat yang ada. Maka sudah barang pasti organisasi HMI terbesar ini tidak mungkin bisa bertahan sampai hari ini yang tersebar di seluruh Indonesia dari sabang sampai maroke.

Yang cukup ironisnya hari ini, sadar atau tidak sadar budaya-budaya HMI tempo dulu yang setiap anggota HMI cukup haus dengan ilmu pengetahuan, buku dan diskusi itu menjadi teman sejati baginya, dan budaya ini terkikis hampir habis akibat kelalaian dan pergeseran budaya yang kadang-kadang kita tidak menyadarinya, kader HMI sekarang sibuk dengan berdebat dan bercakologi berspekulasi yang alhasilnya kurang membawa azas manfaat untuk dirinya sebagai kader dan lembaga terbesar ini.

Secara insternal HMI, setiap tahun ada agenda pergantian ketua di tingkat Cabang HMI se-indonesia untuk menyambung tongket estafek kepemimpinan dalam organisasi, setiap agenda ini dilaksanakan kader-kader HMI komisariat dan senioritas di HMI sudah mulai melirik dan menyusun strategi untuk memenangkan kandidatnya masing-masing. Dan ini tidak bisa kita pungkiri pasti bermacam kemungkinan akan terjadi dalam pertarungan pemikiran dan konsep masing-masing pengikutnya. yang kita sayangkan hari ini, menawarkan konsep tanpa logika yang berakibat fatal untuk organisasi HMI, setiap pertarungan dalam merebut posisi ketua HMI di sana tidak mengenal yang namanya kawan seperjuangan sebelumnya, tidur bersama dan kadang-kadang makan satu piring berdua karena beda dalam pandangan dan pola pikir, maka semua yang sudah di lewati bersama selama bertahun-tahun itu tidak di hiraukan lagi yang muncul dalam benak pikirannya hanya kepentingan untuk menggolkan kendidat yang menurut pikirannya lebih tepat dan pantas yang di usungnya. Demokrasi tanpa kecerdasan adalah kegaduhan dalam kebutaan. Situasi ini melenceng jauh dari imperatif konstitusi kita, Perkembangan demokrasi seperti ini mengenakan baju terbalik, momentum datang memberi peluang meneruskan obor kebesaran bangsa, tetapi yang memainkan peran hanyalah manusia-manusia kerdil.

Kader HMI harus mempunyai kecerdasan kognitif, melainkan kecerdasan multidimensional berbasis kesadaran eksistensial: ke dalam dan ke luar. Ke dalam, manusia cerdas mengenali siapa dirinya sebagai "perwujudan khusus" dari alam, yang harus menemu-kenali kekhasan potensi dirinya sebagai dasar pembentuk karakter personal. Ke luar, manusia cerdas mampu mengenali dan mengembangkan kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku bersama, melalui olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah raga. Kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku ini secara keseluruhan membentuk lingkungan HMI yang dapat menentukan apakah disposisi karakter personal berkembang menjadi kader HMI yang berkarakter baik atau buruk

Berdasarkan inilah, roda terus berputar, organisasi tidak boleh berhenti serta ketua terpilih secara demokrasi sehingga ketua terpilih mempunyai tanggungjawab besar dalam mengembankan organisasi selama satu tahun kedepan, nah di sinilah mulai kalang kabut seorang ketua dalam melaksanakan tanggungjawabnya yang telah di amanahkan dalam konferensi, karena ketua yang terpilih kadang-kadang tidak mempunyai konsep yang matang dalam menjalankan organisasi di sebabkan dalam proses pertarungan di awal memang bukan gagasan dan konsepnya yang di mainkan melainkan semua itu konsep orang lain yang di titipkan kepadanya dan akhirnya organisasi yang menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun