Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Human Resources - Learning and Development Specialist

Blog ini sarana latihan semata, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bangladesh; Demokrasi dalam Konstitusi namun Otoriter dalam Implementasi

6 Januari 2019   11:30 Diperbarui: 6 Januari 2019   16:39 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syeikh Hasina Wazed, Perdana Menteri Bangladesh terpilih. sumber: forbes.com

Pasca Pemilihan Umum Bangladesh yang dilaksanakan pada 30 Desember 2018, seorang jurnalis Bangladesh ditangkap dan satu lainnya melarikan diri atas tuduhan menyebarkan "informasi palsu" mengenai keganjilan dalam pemilihan umum yang dimenangkan oleh Perdana Menteri Syeikh Hasina.

Wartawan surat kabar Dhaka Tribune, Hedayet Hossain Mollah, ditangkap pada Selasa malam di bawah pasal keamanan digital. Mollah ditangkap di wilayah Khulna usai melaporkan adanya 22.419 suara tambahan yang jumlahnya melebihi pemilih terdaftar di sebuah konstituen. Kepolisian Bangladesh menuding Mollah menyebarkan informasi palsu agar proses pemilu ini dapat dipertanyakan.

Empat hari sebelumnya, pada 26 Desember, sekelompok wartawan Bangladesh diserang dengan tongkat hoki oleh sekitar 20 orang pemuda. Sepuluh wartawan terluka akibat insiden tersebut. Saat itu mereka sedang beristirahat di hotel setelah meliput kampanye pemilihan umum Bangladesh.

Dua peristiwa tersebut hanya bagian kecil dari kericuhan yang timbul saat Pemlu Bangladesh 2018. Tercatat 17 orang tewas ketika Pemilu dilangsungkan. Sebelummya, dalam masa kampanye juga terjadi tindak kekerasan, baik yang menimpa masyarakat sipil maupun wartawan yang sedang meliput.

Syeik Hasina Wajed, perdana menteri terpilih yang juga petahana, dituduh sejumlah pihak menjalankan pemerintah otoriter, termasuk dengan membungkam media dan menghentikan sarana komunikasi. Pada saat hari pemungutan suara, pemerintah Bangladesh  memblokir layanan internet untuk menghentikan desas-desus yang beredar di media sosial demi menghindari kesuruhan.

Hasina setahun sebelum pemilu juga memperkuat Undang-Undang Keamanan Digital (DSA) di Bangladesh. Beberapa media yang vokal terhadap pemerintahaannya diberangus. Bahkan jurnalis ternama yang pernah menang penghargaan jurnalisme, Shahidul Alam, dipenjara karena terjerat UU tersebut.  Shahidul Alam dipenjara karena tuduhan membuat pernyataan palsu dan provokatif di Al-Jazeera.

Pada tanggal 22 Agustus 2017, Kabinet Perdana Menteri Sheikh Hasina menyetujui undang-undang Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) --semacam UU ITE di Indonesia- yang jika disahkan oleh legislatif, akan memberlakukan hukuman penjara  yang kejam untuk pemberitaan online yang dianggap anti-negara atau ancaman bagi keamanan dan ketertiban nasional.  

Hukuman 14 tahun penjara menjadi ancman kepada siapa pun yang secara sengaja menenerbitan atau menyebarkan informasi palsu, cabul atau menghina lewat website atau lewat media elektronik lainnya. Selain itu, berita yang merusak citra negara atau orang, atau menyakiti seseorang, keyakinan agama, atau menghasut terhadap setiap orang atau organisasi-adalah suatu pelanggaran dihukum. 

Alih-alih meninjau ulang dan mereformasi undang-undang tersebut, pada 29 Januari 2018, pemerintah Bangladesh justru menyetujui rancangan undang-undang baru untuk menggantikan Undang-Undang Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang banyak dikritik. Rancangan ini bahkan lebih luas daripada undang-undang sebelumnya dan melanggar  kewajiban internasional negara itu untuk melindungi kebebasan berbicara. 

Menurut Direktur Asia Human Rights Watch, Brad Adam, di dalam Undang-Undang Kemanan Digital (DSA) setidaknya ada lima ketentuan berbeda yang memberikan hukuman pidana jenis ujaran yang didefinisikan secara samar, undang-undang tersebut tak ubahnya seperti izin yang digunakan secara luas untuk menekan suara-suara kritis.

Selain itu, tindakan kontrol yang sangat otoriter ditunjuk pemerintah untuk memblokir konten online berdasarkan keputusan sendiri (subyektif). Pembatasan atas kebebasan pers dan jurnalisme online telah menjadi skenario yang umum di Bangladesh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun