Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Human Resources - Learning and Development Specialist

Blog ini sarana latihan semata, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Ahok, dan Politik Omong Kosong

4 Agustus 2016   21:18 Diperbarui: 4 Agustus 2016   21:24 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: jakartastar.files.wordpress.com

Malam harinya, di Kemang. Kita juga dipertontonkan lakon politik omong kosong yang ditunjukan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). 1 juta KTP yang telah berhasil dikumpulkan Teman Ahok hanya akan menjadi sampah.

Sama seperti Jokowi, Ahok seperti menjilat ludahnya sendiri. Ahok membatalkan wacana maju melalui jalur indipenden setelah Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Hanura menyatakan dukungannya pada Ahok. Dengan demikian, syarat minimal 20 persen total kursi DPRD DKI Jakarta telah terpenuhi. Tiga partai itu mendapat 24 kursi.

Padahal ia telah menegaskan akan maju melalui jalur indipenden. Kala itu Ahok memandang politikus harus mendatangi partai dan memberi mahar untuk meraih dukungan parpol. Karena itu Ahok menjadi anti dengan partai politik.

Ahok memang ahli dalam beretorika. Ia menutupi kebohongannya dengan sikapnya yang meledak-ledak, membalikan pertanyaan dengan logika yang sederhana –padahal tidak sesederhana yang ia pikirkan.-  Setelah mendapat kepastian dukungan dari tiga partai politik, Ahok berpendapat bahwa partai politik akan cenderung melihat kepada daerah yang telah berhasi membangun daerahnya. “Politisi se-Indonesia makin yakin sekarang. Kalau saya laku, ada rakyat mau dukung, kerja nyata, partai yang melamar kami dan partai yang akan dukung kami.” Kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (1/8//2016)

Maju melalui jalur partai politik memang lebih rasional. Ia tak perlu menempuh mekanisme verifikasi KTP dukungan yang berpotensi menggugurkan pencalonannya. UU Pemilu yang mengatur mekanisme pencalonan melalui jalur indipenden telah disahkan. Dan dinilai sangat memberatkan seseorang untuk maju melalui jalur indipenden. Tapi dulu Ahok menganggap itu bukanlah halangan. Ia menyatakan diri tetap akan maju melalui jalur indipenden melalui Teman Ahok. "Teman Ahok enggak mudah kumpulkan 1 juta KTP. Kalau saya disuruh pilih, pilih Teman Ahok tapi gagal jadi gubernur atau jadi gubernur tapi tinggalkan Teman Ahok? Saya pilih gagal jadi gubernur saja," Ujarnya di markas Teman Ahok, Graha Pejaten, Minggu (19/6/2016)

Dalam dunia politik tak ada hitam putih. Semua abu-abu. Apapun caranya, entah dengan membuat beribu janji manis, manuver politik kelas tinggi, strategi komunikasi sophisticated,atau pencitraan level atas, sepanjang berhasil menarik pemilih, semua sah-sah saja dilakukan.

Kita tentu berharap para politisi di negeri ini masih mempunyai moralitas. Ia mempunyai nilai perjuangan, nilai ketulusan dan nilai kejujuran untuk membawa negeri ini ke Arah yang lebih baik.  Tapi apakah politik membutuhkan moralitas? “Saya tidak akan bilang moralitas adalah fatamorgana yang indah, tidak, tapi izinkan saya bilang: moralitas sejatinya hanyalah salah satu omong kosong yang bisa dijual dalam bisnis politik.” Itu kata Tere Liye dalam novelnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun