politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch di Australia, Ian Wilson, dengan teliti memeriksa keputusan yang diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilpres 2024 di Indonesia.
Seorang ahliDalam analisisnya, Wilson memperhatikan perbedaan pandangan yang timbul di antara para hakim MK terkait dengan berbagai gugatan yang diajukan dalam kasus tersebut. Dia menegaskan pola yang konsisten di mana pemerintah menyesuaikan prosedur dengan mempertimbangkan norma etika yang berlaku.
Wilson menyoroti perbedaan pendapat yang menunjukkan keraguan akan praktik yang tidak fair, meskipun pemilu dijalankan sesuai aturan. Dia menyoroti risiko penyalahgunaan kekuasaan atau praktik yang tidak jujur, dengan memberikan contoh pada masa Orde Baru di mana pemilu dinilai tidak adil meskipun sesuai prosedur formal.
Saldi Isra, salah satu hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda, menambahkan dimensi baru dalam debat ini. Menurutnya, penting untuk mempertahankan asas kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
Meskipun pemilihan presiden tahun ini mungkin telah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada, Saldi menekankan bahwa kondisi tersebut belum tentu menjamin kejujuran mutlak dalam penyelenggaraan pemilu. Dia memberikan contoh dari pengalaman masa Orde Baru, walaupun pemilu dilaksanakan sesuai dengan standar mekanisme yang ditentukan dalam undang-undang, secara empiris masih dianggap sebagai pemilu yang curang dan tidak adil.
Menurut Saldi, pada masa Orba, proses pemilihan umum tidak dilaksanakan secara adil, salah satunya disebabkan oleh kecenderungan pemerintah untuk memihak salah satu pihak yang bersaing dalam pemilihan. Karenanya, prinsip keadilan dan kejujuran yang tercantum dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 menuntut agar proses pemilihan umum dilakukan secara lebih transparan dan objektif.
Selain itu, Wilson juga menyoroti bahwa terdapat tiga hakim konstitusi lainnya, yaitu Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih, yang menyatakan pendapat berbeda terkait putusan tersebut. Ini mencerminkan kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan di MK serta memberikan gambaran yang lebih luas tentang keragaman pendapat yang ada di dalamnya. Perbedaan pandangan ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh lembaga peradilan dalam menilai kasus-kasus yang kompleks dan kontroversial seperti sengketa pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H