Mohon tunggu...
Anwar Abbas
Anwar Abbas Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Inspirasi

Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS) yang ingin berbagi manfaat dengan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mewaspadai Efek Domino Kedelai

16 Februari 2021   19:00 Diperbarui: 16 Februari 2021   19:03 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Setelah kenaikan harga kedelai, para pengerajin tahu dan tempe memutuskan untuk mengurangi ukuran tahu dan tempe yang mereka jual. Walaupun secara kasat mata tidak ada kenaikan harga, namun pada hakikatnya terjadi kenaikan harga. Tentu saja, sedikit atau banyaknya akan memengaruhi konsumsi masyarakat. Paling tidak, jumlah kalori yang mereka dapatkan dari konsumsi tahu dan tempe akan berkurang. Seperti kita ketahui, tahu dan tempe adalah protein alternatif bagi masyarakat miskin untuk menggantikan daging sapi, daging ayam, atau ikan yang harganya kadang tidak terjangkau untuk mereka.

Untuk mengatasi masalah-masalah pangan dan mewujudkan ketahanan pangan nasional, pemerintah telah mencanangkan program food estate atau lumbung pangan baru yang berlokasi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau. Sebaiknya, program ini diperluas dan diprioritaskan untuk komoditas-komoditas yang pemenuhannya masih sangat tergantung pada impor, termasuk komoditas kacang kedelai. Apalagi, pada awal masa kepemimpinannya di periode pertama, Presiden Joko Widodo sempat melontarkan cita-cita swasembada pangan, terkhusus pada tiga komoditas yaitu beras, jagung, dan kedelai.

Selain itu, pemerintah harus mengupayakan agar minat para petani untuk menanam kedelai kembali tumbuh. Selain stimulus berupa bantuan modal, pupuk, bibit, dan berbagai kebutuhan produksi, yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga harga kedelai lokal di pasaran. Jika harga kedelai lokal di pasaran masih kalah bersaing dengan kedelai impor, maka dapat dipastikan petani tetap tidak akan mau menanam kedelai.

Untuk itu, diperlukan pendampingan yang intens terhadap para petani agar mereka dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kedelainya. Bersamaan dengan itu, kontrol terhadap kedelai impor harus dilakukan dengan ketat. Pemerintah harus memastikan bahwa impor kedelai yang dilakukan tidak lebih dari kekurangan kebutuhan kedelai nasional. Sangat disayangkan, jika di negeri yang katanya tanah surga, yang tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman, tidak berdikari dalam pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun