Mohon tunggu...
Anwar Abbas
Anwar Abbas Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Inspirasi

Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS) yang ingin berbagi manfaat dengan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengukur Kebahagiaan

24 November 2017   10:32 Diperbarui: 24 November 2017   11:21 2754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak semua air mata berarti duka...
Terkadang tangisan adalah kebahagiaan yang tak mampu diungkapkan oleh lisan.

Kata-kata di atas hanyalah sekedar gambaran, betapa sulitnya untuk mengidentifikasi kebahagiaan seseorang. Nilai kebahagiaan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan apa yang dia tampakkan dalam kehidupan sehari-harinya. Tawa terbahak-bahak tidak selalu menunjukkan kebahagiaan, demikian juga tangis yang berderai tidak selalu berarti kesedihan.

Kebahagiaan merupakan konsep berupa hasil evaluasi kehidupan yang menggambarkan kondisi kehidupan berupa Good Life dan Eudaimonia. Disusun oleh 3 (tiga) dimensi (konsep) yang berbeda tetapi terkait, yaitu: Kepuasan Hidup, Perasaan (Affect), dan Makna Hidup (Eudaimonia).
1. Kepuasan Hidup merupakan evaluasi terhadap kondisi obyektif 10 (sepuluh) domain kehidupan yang esensial yang dialami penduduk. Kondisi obyektif 10 (sepuluh) domain kehidupan ini dapat diintervensi dengan program pembangunan (OECD 2011, 2013).
2. Perasaan (Affect) merupakan ukuran evaluasi/pengalaman terkait perasaan dalam kehidupan secara keseluruhan yang menggambarkan derajat 2 (dua) ukuran hedonisme [positive--negative affects] (Kahneman et al. (1999); Diener et al. (1999) dan OECD (2013)).
3. Makna Hidup (Eudaimonia) merupakan konsep dalam good psychological functioning atau flourishing dalam ranah psikologi positif yang menggambarkan kebermaknaan hidup yang melebihi diri seseorang (Carol D. Ryff (1989) dan OECD (2013)).

Pertanyaannya, apakah kebahagiaan itu tidak bisa terukur? Tidak banyak  yang tahu, bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan pengukuran  tingkat kebahagiaan melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan  (SPTK). BPS telah melakukan dua kali SPTK yaitu pada tahun 2014 dan  tahun 2017. Hasil dari SPTK itu adalah angka Indeks Kebahagiaan  Indonesia.

Pada awalnya,di tahun 2014 BPS mengukur Indeks Kebahagiaan hanya menggunakan Dimensi Kepuasan Hidup. Metodenya kemudian dikembangkan dengan menambahkan dua dimensi lain, yaitu Dimensi Perasaan (Affect) dan Dimensi Makna Hidup (Eudaimoia). Selain itu, Dimensi Kepuasan Hidup dibagi ke dalam dua subdimensi, yaitu Subdimensi Kepuasan Hidup Personal dan Subdimensi Kepauasan Hidup Sosial.

Dari dimensi-dimensi yang telah ditetapkan itu kemudian disusun indikator-indikator yang dapat terukur, yang kemudian ditanyakan kepada responden. Indeks Kebahagiaan yang dihasilkan dari SPTK adalah angka dengan skala 0-100. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia. Sebaliknya, semakin rendah nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin tidak bahagia.

Indeks Kebahagiaan Indonesia Tahun 2017

Dalam berita resmi statistik No. 79/08/Th. XX yang dirilis BPS pada tanggal 15 Agustus 2017,Indeks Kebahagiaan Indonesia tahun 2017 sebesar 70,69. Dengan angka ini, kita bisa berkesimpulan bahwa penduduk Indonesia lumayan bahagia. Jika melihat indeks masing-masing dimensi penyusunnya, maka diperoleh angka: (1) Indeks Dimensi Kepuasan Hidup 71,07. (2) Indeks Dimensi Perasaan 68,59. (3) Indeks Dimensi Makna Hidup 72,23. Semua Indeks tersebut juga diukur dalam skala 0-100.

Jika diklasifikasikan dalam wilayah domisili penduduk, maka diperoleh Indeks Kebahagiaan Di perkotaan sebesar 71,64 dan Indeks Kebahagiaan di perdesaan sebesar 69,57. Dengan demikian kita dapat berkesimpulan bahwa penduduk yang berdomisili di kota cenderung lebih bahagia dibanding penduduk yang berdomisili di desa.

Lain lagi jika kita melihat dari sisi gender. Berdasarkan indeks kebahagiaannya disimpulkan bahwa laki-laki cenderung lebih bahagia dibanding perempuan. Indeks Kebahagiaan penduduk laki-laki sebesar 71,12, sedangkan Indeks Kebahagiaan penduduk perempuan sebesar 70,30.

Hal yang agak mengejutkan adalah pengklasifikasian dari sisi status perkawinannya. Angka indeks menunjukkan bahwa para jomblo (lajang/belum menikah) cenderung lebih bahagia dibanding penduduk dengan status perkawinan yang lain. Indeks kebahagiaan para jomblo sebesar 71,53 lebih tinggi dibanding penduduk yang telah menikah sebesar 71,09.

Jadi, apakah kamu bahagia?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun