Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Dalam Ramadan, Aku Belajar

10 Mei 2021   01:03 Diperbarui: 10 Mei 2021   01:06 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Ramadan adalah bulan penuh kesempatan yang sebenarnya tidak boleh kita siakan. Bulan penuh ampunan, berlomba untuk menyucikan yang sebenarnya tidak boleh kita siakan. Namun, manusia dengan penuh rencana kiranya tidak betul bersungguh-sungguh membuatnya berjalan. Segala tindak baik yang diharapkan tidak dilaksanakan, berbagai niatan baik yang diucapkan tidak nyata dilakukan hingga akhirnya tersadar bahwa ini sudah minggu terakhir Ramadan.

            Dalam balut duka merelakan dan sedikit sesal, kita mencoba menguatkan diri. Meminta bahwa selanjutnya akan bertemu lagi dengan keadaan yang sungguh lebih baik lagi. Nyatanya, memang kita adalah manusia dengan lalai yang luar biasa. Maka dari itu, jangan kita lelah untuk terus berusaha.

            Ramadan tahun ini mungkin tidak begitu berbeda dengan adanya perlawanan kepada virus Corona yang mencoba berkawan. Namun, aku berucap syukur karena Ramadan tahun ini menghadirkan sunyi yang bagiku begitu indah. Ramadan kali ini banyak berbicara tentang merelakan, melepaskan, mendoakan, dan membumikan cinta.

            Setelah kehilangan berturut yang dirasakan, adik perempuan yang kuharap selalu ada, kakek yang kuharap berumur panjang, nenek yang kuharap terus memberi petuah, juga seseorang yang kuharap tak menyerah, Ramadan memberiku jeda untuk mendekat, menggelar alas nyaman, dalam kiblat mencurahkan kata, bercerita kepada Sang Pendengar yang memang pernah kulupa. Ramadan ini menyadarkan bahwa aku sebenarnya tidak benar-benar sendiri karena semua kehilangan nyatanya adalah proses belajar tentang keadaan yang tak bisa dipaksakan, merelakan.

            Ramadan kali ini membuatku lembut berucap doa kepada-Nya tanpa memaksa. Bahwa yang terbaik bagiku kuserahkan pada-Nya. Segala salah bahwa aku tak segan menghakimi-Nya atas dampak kebodohanku masa silam adalah sesal yang tak terhapus mudah.

            Maka, dalam kesendirian setiap rutinitas yang biasa dilakukan riuh ramai dalam surau, aku menemukan nyaman. Ternyata, bersujud dalam sunyi adalah sesuatu yang dibutuhkan. Ampunan atas segala salah, dosa, tidak tercela dan permohonan atas kebahagiaan diri yang membahagiakan banyak orang tak lupa kulantunkan setiap malam.

            Dalam tangkupan kedua tangan yang terangkat, kupersembahkan segala permintaan berlebihan yang kuharap tak apa. Belajar untuk terus bersalawat memuji-Nya agar segala tingkah dan langkah tidak keluar dari batas menuju larangan-Nya. Hingga akhirnya, nyaman yang kuburu pun akhirnya menyapa juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun