Mutasi adalah perubahan informasi yang terkandung dalam DNA yang dapat menghasilkan variasi genetik. Mutasi dapat disebabkan faktor eksternal dan internal. Peristiwa ini juga terjadi oleh virus Corona. Pada September lalu, virus mutasi  Corona pertama kali dideteksi. Pada November 2020, varian baru ini menyeruak di London, Inggris. Beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Jepang sudah mendeteksi adanya varian mutasi Corona tersebut.
Setelah varian virus mutasi Corona diklaim belum ada di Indonesia, menurut pemaparan KA Dinas Kalimantan Barat dalam Kompas Tv, ditemukan mutasi virus yang mirip dengan D614G yang memiliki potensial penularan sepuluh kali lebih cepat oleh peneliti Untan yang sudah dikirimkan sampelnya ke Jakarta. Â Sementara itu, dijelaskan oelh Kepala Satgas bahwa mutasi virus memang terjadi setiap saat dan menegaskan bahwa konfirmasi virus D614G berbeda dengan varian virus mutasi yang menyebar di Inggris, yakni B117. Meski begitu, kedua varian tersebut sama-sama memiliki potensi penularan yang lebih cepat meski tidak sama persis.
Dengan mengetahui fakta-fakta tersebut, kita seharusnya merefleksi, bukan glorifikasi pengabaian terhadap protokol kesehatan. Meski terkesan ringan, terdapat kesalahan-kesalahan yang sudah tidak seharusnya dilakukan. Beberapa kesalahan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Gagal Paham Esensi Masker
Berbagai iklan masyarakat di televisi, imbauan melalui edaran tertulis, nasihat langsung tidak selayaknya membuat kita bosan padahal belum sebegitunya paham. Pemakaian masker dengan benar, yakni (a) menutup hidung, mulut, dan bawah dagu, (b) tidak kendur, (c) nyaman, (d) diganti minimal 4 jam, dapat kita lihat di masyarakat belum diterapkan secara maksimal. Misalnya, seseorang sudah memakai masker dengan benar, tetapi ketika akan berbicara di depan banyak khalayak, orang tersebut justru membuka maskernya. Nah, padahal esensi menggunakan masker adalah meminimalkan adanya percikan ludah. Hmmm....
2. Salah Fokus Jam Malam
Pasti kita sudah tidak asing dengan kebijakan pembatasan jam malam. Kebijakan ini ramai dilaksanakan di tempat-tempat yang biasanya riuh pengunjung, seperti mal. Nah, pemaknaan jam malam ini tentu saja bertujuan untuk memaksa kebanyakan orang tidak ke tempat-tempat tersebut. Namun, yang terjadi adalah pengunjung justru memadati tempat-tempat dengan pembatasan jam tersebut pada siang atau sore hari. Jadi, fungsi membatasi jam dengan tujuan mengurangi kerumunan hanya akan beralih fungsi menjadi mengefektifkan kerumunan sebelum jam malam. Hmm..
3. Penerapan 3M yang Terpisah
Sejatinya, 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun) harus diterapkan beriringan. Nah, bisa kita lihat dalam berbagai situasi bahwa penerapan 3M itu seolah terpisah atau tidak terikat. Misalnya, seseorang mengantre tiket transportasi umum tanpa menjaga jarak, meski memakai masker dan membawa penyanitasi tangan atau pengadaan pesta pernikahan yang lengkap dengan protokol, tapi tidak memperhatikan jumlah tamu dan jarak aman. Melihat fenomena ini, masyarakat menempatkan masker sebagai pelindung terkuat menangkal Corona. Padahal, masker tanpa pemakaian yang benar dan diiringi mencuci tangan dan menjaga jarak aman tidak akan memiliki fungsi yang maksimal. Hmm..
Intinya, segala kebijakan yang dibuat Pemerintah pasti memiliki tujuan. Dengan demikian, hal mendasar yang perlu kita lakukan adalah memahami tujuan tersebut. Dengan dasar pemahaman itulah, segala langkah yang kita ambil menjadi benar dan bermakna, bukan hanya ikut-ikutan semata. Jangan lelah untuk terus memperbarui informasi terkait virus Corona, bijak dalam bertindak, dan saling lindungi sesama.