Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bias Undang-undang Pornografi: Perlindungan atau Jebakan?

30 Desember 2020   12:47 Diperbarui: 30 Desember 2020   16:53 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
komisiinformasi.go.id

3. Intervensi Ranah Privat

Keikut-ikutan aturan dalam ranah privat ini terpampang dala Pasal 4 Ayat 1 UU Pornografi, yakni setiap orang dilarang (a) memproduksi, (b) membuat, (c) memperbanyak, (d) menggandakan, (e) menyebarluaskan, (f) menyiarkan, (g) mengimpor, (h) mengekspor, (i) menawarkan, (j) memperjualbelikan, (k) menyewakan, atau (l) menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat (a) persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, (b) kekerasan seksual, (c) masturbasi atau onani, (d) ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, (e) alat kelamin, atau (f) pornografi anak. Dengan demikian, apabila kita mendokumentasikan kegiatan pribadi yang di dalamnya termuat konten pornografi yang tidak sebegitu jelas pengertiannya tadi, kemudian ada yang mencuri atau sengaja menyebarkannya, lantas apakah kita bisa melaporkan kasus pencurian dokumen pribadi tersebut? Hmm, keinginan untuk mendapat perlindungan harus kalah dengan konsekuensi tindak pidana. Artinya, seseorang yang datanya dicuri mau tidak mau harus ditangkap dan dijerat pasal UU Pornografi.

Kasus semacam itu sudah banyak terjadi. Keabu-abuan label antara pelaku dan korban dalam UU Pornografi dapat merugikan sekaligus menguntungkan. Hah, maksudnya? Merugikan adalah dampak yang pasti diterima oleh korban yang privasinya terenggut. Data pribadi tersebar, merasa malu, dan belum lagi dijatuhi hukuman. Menguntungkan adalah bagian yang didapat bagi segelintir orang yang menjadi pesaing yang sengaja ingin menjatuhkan korban dan media yang mendapatkan bahan gossip. Maka dari itu, semua pihak bisa merusak karier atau kehidupan lawannya atas kepentingan dan tujuannya masing-masing melalui ranah privat seseorang dengan Pasal 4 Ayat 1 UU Pornografi tadi.

Jadi, apakah kebaikan yang diniatkan dalam realisasi Undang-Undang ini benar-benar terjadi? Haruskah ada sosialisasi agar semua orang bisa lebih memahami segala esensi? Bisakah kita terus bersikap hati-hati? Atau, memang seharusnya ada yang perlu dikoreksi? Hmm..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun