Perempuan mana yang tidak pernah merasakan "dilecehkan/ direndahkan" baik verbal maupun nonverbal? Kami, perempuan, seringkali dipaksa "mencicipi" rasa menjijikkan tersebut. Seolah "perempuan" adalah hiburan gratis yang wajar untuk dipermalukan. Bukan hal yang luar biasa muluk-muluknya, diperlakukan "biasa saja" seperti halnya manusia biasa. Mengapa begitu susahnya.Â
Ini bukan hal "berlebihan" untuk merasa marah dengan keadaan yang justru membiasakan tindakan kotor tersebut. Percayalah, "siulan" bukan panggilan sopan, "salam menggoda" berbeda dengan menyapa. Bukan hal benar ketika kita hanya mengangguk "tidak apa-apa","berlagak tidak terjadi sesuatu".Â
Masih teringat jelas memori saat itu, seorang gadis kecil berbaju putih biru bermain bersama teman-temannya. Hingga akhirnya bertemu orang "sakit" yang menunjukkan kemaluan dan memainkannya di hadapan para gadis kecil itu. Hingga salah satu tangannya menyeret salah satu gadis, memegangnya erat, lalu tersenyum. Hinga semua temannya berlari, satu gadis kecil masih bersama pria aneh itu. Sampai akhirnya gadis kecil itu mengatai si pria dengan kata kotor sambil bergetar. Gadis itu adalah aku.
Masih dengan baju putih biru, seorang pria yang dianggap andal dalam mengajarkan materi supersulit memanggil si gadis kecil untuk melakukan pengulangan materi. Duduk berdua di tempat umum memang bukan hal yang sangat berbahaya, tetapi jika tangan pria andal itu menepuk paha si gadis sambil tersenyum, baikkah?Â
Dua pengalaman tersebut masih berbekas dan sulit untuk dilupakam. Namun, saat itu, apa yang dilakukan si gadis kecil? Tidak ada. Untuk pengalaman pelecehan pertamanya, aduannya kepada orang-orang terdekat justru menekannya untuk bertindak lebih hati-hati. "Alih-alih menenangkan?" Come on, tidak sama sekali. Untuk pengalaman kedua bersama pria andal, si gadis kecil bahkan tidak mengadukannya kepada siapa pun karena dia tidak tahu apa itu "pelecehan seksual".
Cukup untuk halaman yang tidak bisa diputihkan itu karena "ingatan" akan selalu hidup selama kita masih punya nyawa. Satu-satunya cara berdamai adalah belajar dan berubah. Hal ini penting agar kita tahu dan siap untuk melakukan perlawanan yang memang tidak pernah diajarkan. Kepada seluruh teman perempuan, pesanku adalah sebagai berikut.
1. Jangan Remehkan Hinaan, baik kepadamu maupun Teman-Temanmu
Sedih rasanya melihat respons orang-orang, terlebih sesama perempuan, untuk kasus pelecehan. "Ah, kamu lebay, diakan bercanda." Yakinlah, ketika temanmu atau dirimu tidak merasa nyaman atas ucapan/ tindakan orang lain, katakanlah bahwa "kamu tidak suka"/ menolak. Kuatkanlah dirimu atau temanmu yang ingin mengutarakan perihal pengalaman tidak menyenangkan atas pelecehan yang dialami, bukan justru dirundung. Ingat, jangan remehkan perilaku pelecehan!
2. Bersuaralah
Memang sulit, sangat. Namun, ini harus dilakukan. Ketika kamu atau temanmu mendapatkan cat calling, bersuaralah. Gaungkan suaramu sebagai bentuk penolakan atas sikap tersebut. Cobalah untuk tetap aman dan tunjukkan bahwa kamu juga punya kuasa untuk melawannya. Jika suara sulit, mulailah dengan pelototan mata atau gerakan badan. Tunjukkan bahwa kamu bisa melawan agar penebar cat calling sadar bahwa dia salah. Hal ini berlaku untuk kasus apa pun. Jika dirimu merasa dilecehkan, bersuaralah!