"Cinta itu ihwal rasa, dirasakan, bukan dilihat"
Ya, rentetan frasa itulah yang ditebarkan oleh sosok Dodit alias Nik alias Nikmatullah dalam film ini. Kehadiran Dodit dalam film ini bak Genie dalam film "Aladin" sangat lucu. Namun, justru lewat keculuan itulah, esensi makna tersirat dalam film "Cinta itu Buta" begitu terlihat. Nik hadir dalam kehidupan Shandy Aulia alias Diyah ketika roda kehidupan Diyah sedang ada di bawah-bawahnya. Kehilangan orang terkasih sekaligus kemampuan melihat bukan hal mudah dilalui. Ekspetasi tentang pernikahan dan hal-hal baik semakin membuat Diyah runtuh. Hari-harinya kacau, terpaku rutinitas makan-tidur tak teratur.Â
Berbagai tempaan yang hadir membuat wajah ayu Diyah tetutup pilu. Tidak ada senyum, apalagi tawa. Inilah komplikasi dalam film "Cinta itu Buta" yang ditunggu para penonton karena di sinilah semua riuh gelak tawa dimulai. Hadirnya Nik yang malu-malu, usahanya yang tak gentar, hingga kebiasannya memanggil lantang setiap pagi, "Yaaaah, Diyaaaaah ...." membuat siapa pun yang menontonnya ingin tertawa. Usaha Nik yang tulus kiranya mampu dirasakan Diyah tanpa perlu melihat rupa, begitu hangat.Â
Nah, jadi cukup waspadakan dengan pria humoris (?) Hati-hati karena hatimu terancam terambil oleh tingkah dan leluconnya. Pria humoris akan menjauhi indikator "pria membosankan". Hal yang sama juga akan terjadi untuk perempuan humoris. Siapa pun pasti menginginkan hubungannya lancar seperti kisah Dora yang selalu menemukan solusi setiap masalahnya.Â
Di sini, kehadiran pasangan freak dipandang perlu. Sering melontarkan lelucon, yang mungkin terkadang receh, selalu ekpresif, bersikap konyol adalah bumbu istimewa yang masing-masing pasangan tahu racikannya sendiri-sendiri. Intinya, meskipun hubungan yang diinginkan berakhir dengan keseriusan, tidak melulu harus serius, sering bercanda mutlak perlu.Â
Dalam film "Cinta itu Buta", peran Nik seakan ingin menggelorakan bahwa "cinta bukanlah perkara rupa, melainkan rasa". Nik ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa siapa saja berhak mencintai dan dicintai. Menginginkan pasangan karena rupa bisa dicari, tetapi soal "kenyamanan" tidak akan terbeli.Â
Dari film ini pula digaungkan bahwa cinta tidak hanya terkait dengan romantisme nafsu semata. Cinta adalah rasa pedui dan menghargai sesamanya. Hal ini dibuktikan ketika Nik selalu berusaha memberikan zona kenyamanan maksimal kepada Diyah dengan kelembutan sikap, kata-kata lucu candunya, dan sikap tulus apa adanya.Â
Hingga akhirnya Diyah bisa melupakan kekasih hati yang pernah menyakitinya. Ini terjadi karena adanya kebaikan yang tidak hanya baik, tetapi juga terasa. Artinya, dalam film "Cinta itu Buta, diajarkan pula bahwa sikap tergesa dalam cinta tidak perlu disulut karena cinta bukan korek api, melainkan sesuatu yang selayaknya manusia, cinta hidup dan bertumbuh. Tindakan Nik menyiram tanaman kesayangan Diyah agaknya menjadi simbol bagaimana cinta bekerja, ia bertumbuh.Â
Diyah pun yang awalnya merasa terganggu menjadi luluh karena kebaikan Nik mulai terasa. Sampai di situ pun, Diyah tidak terburu untuk mengiyakan cinta, begitu pun Nik. Walaupun dari sikap dan tingkah yang tak terlihat oleh Diyah, kita tahu bahwa Nik menyukainya. Namun, Nik tidak memaksa Diyah, begitu pula Diyah yang juga tidak memaksa dirinya.
Semua berjalan, bertumbuh hingga waktu yang membuktikan apakah cinta itu dapat terus bertumbuh atau mandek tak terjamah (?) Film "Cinta itu Buta" memiliki akhir yang membebaskan penontonnya menentukan akhir. Apakah mereka akan menjalin kasih (?) Apakah mereka sempurna jika terikat tali persahabatan (?) Apakah Nik tidak bisa kembali (?) Silakan mainkan akhir yang kamu sukai :)